Thursday, September 6, 2018



 Pemeriksaan Kimia Urin (Glukosuria dan Ketonuria)

Urinalisis merupakan pemeriksaan urin yang terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik atau sedimen, dan kimia urin yang dilakukan secara tepat, dapat diandalkan, aman, dan efektif. Pada pemeriksaan kimia digunakan pemeriksaan carik celup yang terdiri dari pemeriksaan pH, berat jenis, protein, glukosa, keton, eritrosit, bilirubin, urobilinogen, nitrit, dan leukosit. Untuk pemeriksaan mikroskopik dilakukan melalui evaluasi sedimen dan hasil sentrifugasi urin. Salah satu komponen dari pemeriksaan urinalisis adalah pemeriksaan kimia keton.
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang serius dan harus segara ditanggani . Ketoasidosis diabetik memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat , mengingat angka kematian yang tinggi. Dengan demikian, sangat penting bagi penderita diabetes mellitus untuk mengontrol gula darah dan membuat menu makanan untuk menekan peningkatan kadar gula darahnya (Utama, H, 2003). Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana gambaran badan keton pada penderita diabetes mellitus tipe II yang dirawat inap di rumah sakit umum Haji Adam Malik Medan bagian Poliklinik Endokrin.
Berbagai data hasil penelitian memperkirakan bahwa protein urin merupakan nilai sebagai indeks kerusakan vaskuler, yang merupakan manifestasi peningkatan kadar glukosa urin terutama pada diabetes mellitus (Bloomgarden ZT, 2005). Menurut survey Word Health Organization (WHO),  Indonesia menempati urutan ke 4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM) dengan prevalensi 8,6% dari total jumlah penduduk.  Data Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit dengan Diabetes Melitus menempati urutan ke 1 (pertama) dari seluruh penyakit endokrin. (Perkeni, 2006)

A.    GLUKOSA
Karena bermanfaat dalam deteksi dan pemantauan diabetes melitus, pemeriksaan glukosa adalah analisis kimia terhadap urine yang paling sering dilakukan. Akibat gejala tidak spesifik yang berkaitan dengan awitan diabetes, diperkirakan lebih dari separuh kasus diabetes di dunia tidak terdiagnosis. Dengan demikian, pemeriksaan glukosa darah dan urine disertakan dalam semua pemeriksaan fisik dan seringkali menjadi fokus program skrining kesehatan masyarakat. Diagnosis dini diabetes melitus melalui pemeriksaan glukosa darah dan urine memperbaiki prognosis. Menggunakan metode strip reagen yang sekarang ada untuk pemeriksaan glukosa baik darah maupun urine, pasien dapat melakukan pemantauan mandiri di rumah dan dapat mendeteksi masalah pengaturan sebelum terjadi komlikasi yang serius.
Kemaknaan Klinis
Dalam kondisi normal, hampir semua glukosa yang disaring oleh glomerulus secara aktif direabsorbsi dalam tubulus kontortus proksimal; dengan demikian, urine hanya mengandung sedikit glukosa. Reabsorbsi glukosa di tubulus terjadi dengan transpor aktif sebagai respons terhadap kebutuhan tubuh untuk memelihara konsentrasi glukosa yang memadai. Ketika kadar glukosa darah naik (hiperglikmia), seperti yang terjadi pada diabetes melitus, transpor glukosa di tubulus mencapai ambang batas ginjal untuk glukosa, dan glukosa pun ditemukan dalam urine. Kadar darah reabsorbsi tubulus berhenti (ambang batas ginjal) untuk glukosa sekitar 160 sampai 180 mg/dL. Kadar glukosa naik-turun dan individu normal yang tidak puasa dapat mengalami glikosuria setelah mengonsumsi makanan tinggi glukosa. Dengan demikian, hasil glukosa yang paling informatif didapatkan dari spesimen yang ditampung dibawah kondisi berkontrol. Puasa sebelum penampungan sampel untuk pemeriksaan skrining dianjurkan untuk tujuan pemantauan diabetes, spesimen biasanya diperiksa 2 jam setelah makan. Spesimen pertama saat bangun pagi tidak selalu mewakili spesimen puasa karena glukosa dari makan malam mungkin masih berada dalam kandung kemih sepanjang malam, dan pasien harus dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih dan menampung spesimen kedua?
            Hiperglikemia yang terjadi selama kehamilan dan hilang setelah persalinan disebut diabetes gestasional. Awitan hiperglikemia dan glikosuria biasanya sekitar 6 bulan kehamilan, meskipun glikosuria dapat terjadi lebih cepat. Hormon yang disekresi oleh plasenta menghambat kerja insulin, mengakibatkan resistansi insulin dan hiperglikemia. Deteksi diabetes gestasional penting untuk kesejahteraan bayi karena glukosa melintasi plasenta, sementara insulin tidak.


Hasil Protein yang Dilaporkan (mg/dL)
Hasil Kreatinin (mg/dL)
10
50
100
200
300
Negatif
Tampung Ulang


15




30





100, 300, atau 2000





Ket: warna

Normal
           
Tidak Normal

Glukosa melintasi plansenta, sementara insulin tidak.bayi mengalami kenaikan kadar glukosa, mengakibatkan pankreas bayi menghasilkan lebih banyak insulin. Kelebihan glukosa pada bayi disimpan sebagai lemak, menyebabkan bayi besar (makrosomia) yang beresiko obesitas dan diabetes tipe-2 dikemudian hari. Wanita yang mengalami diabetes gestasional juga rentan mengalami diabetes tipe-2 beberapa tahun kemudian.
Hiperglikemia yang asalnya bukan diabetes dijumpai pada berbagai gangguan dan juga menyebabkan glikosuria. Banyak gangguan tersebut dikaitkan dengan fungsi hormon dan mencakup pankreatitis, akromegali, sindrom cushing, hipertiroidisme, feokromositoma, dan tirotoksitosis. Hormon glukagon, epinefrin,kortisol, tiroksin, dan hormon pertumbuhan, yang meningkat pada gangguan tersebut, bekerja berlawanan dengan insulin,sehingga menghasilkan hiperglikemiadan glukosuria. Fungsi utama insulin adalah mengubah glukosa menjadi glikogen untuk cadangan (glikogenesis), sedangkan hormon berlawanan tersebut menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis), mengakibatkan peningkatan kadar glukosa sirkulasi. Eprinefin juga merupakan inhibitor kuat sekresi insulin dan meningkat saat tubuh terkena stres berat, menyebabkan glukosuria yang terlihat bersama dengan trauma serebrovaskular dan infark miokardium.
   Gliikosuria terjadi saat tidak ada hiperglikemia ketika reabsorbsi glukosa oleh tubulus ginjal terganggu. Itu sering disebut sebagai ”glikosuria ginjal” dan dijumpai pada penyakit ginjal pada stadium akhir, sistinosis, dan sindrom fanconi. Glikosuria yang tidak berkaitan dengan diabetes gestasional terkadang terlihat sebagai dampak penurunan sementara ambang batas ginjal untuk sementara,

Reaksi strip reagen ( glukosa oksidase)
prosedur glukosa oksidasi memberikan pemeriksaan spesifik untuk glukosa. Strip reagen menerapkan metode pemeriksaan glukosa oksidase dengan memperkaya area pemeriksaan dengan campuran glukosa oksidase, peroksidase, kromogen, dan dapat untuk menghasilkan reaksi enzim berurut ganda. Pada langkah pertama, glukosa oksidase mengatalisis antara glukosa dan udara ruang (oksigen) untuk menghasilkan asam glukonat dan peroksid. Pada langkah kedua, peroksidase mengatalisis reaksi antara peroksidadan kromogen untuk membentuk senyawa berwarna teroksidasi yang dihasilkan pada proporsi langsung terhadap konsentrasi glukosa.
Pabrikan pembuat strip reagen menggunakan kromogen yang berbeda, termasuk kalium iodida (hijau sampa cokelat) (mulitistix) dan tetrametilbenzidin(kuning hingga hijau) chemistrip). Glukosa urine dapat dilaporkan sebagai negatif ,renik, 1+. 2+, 3+, dan 4+, namun , peta warna juga memberikan pengakuran kuantitatif yang berkisar dari 100 mg/dL hingga 2 g/dL, atau 0,1% sampai 2%. American Diabetes Association menganjurkan.

Gangguan Reaksi
            Karena metode glukosa oksidase spesifik oksidase spesifik untuk glukosa, reaksi positif-palsu tidak didapatkan dari penyusun urine lain, termasuk gula pereduksi yang mungkin ada. Namun, reaksi positif-palsu dapat terjadi jika wadah menjadi tercemar dengan peroksida atau detergen pengoksidasi kuat
            Zat yang mengganggu reaksi enzimatik atau agens pereduksi kuat, seperti asam askorbat, yang mencegah oksidasi kromogen dapt menghasilkan hasil negatif-palsu. Untuk meminimalkan gangguan dari asam askorbat, pabrikan pembuat strip reagen menggabungkan bhan kimia tambahan ke dalam pad periksa. Contohnya, iodat yang mengoksidasi asam askorbat sehingga asam askorbat tidak dapat mengganggu oksidasi kromogen. Literatur produk harus dikaji ulang secara saksama untuk informasi terkini terkait semua zat pengganggu. Kadar keton yang tinggi juga memengaruhi pemeriksaan glukosa oksidase pada konsentrasi glukjosa rendah; namun, karena kadar keton tinggi biasanya desertai dengan glukosuria nyata, kitu jarang menimbulkan masalah. Berat jenis tinggi dan shu rendah dapat menurunkan sensitivitas pemeriksaan. Sejauh ini, sumber utama hasil glukosa negatif-palsu adalah kesalahan teknis membiarkan spesimen disimpan di shu ruang tanpa pengawet selama periode lama, yang memaparkan glukosa dengan degradasi bakteri.

Pemeriksaan Reduksi Tembaga (Clinitest)
           Pengukuran glukosa dengan metode reduksi tembaga adalah salah satu pemeriksaan kimia paling awal yang dilakukan pada urine. Pemeriksaan tersebut mengandalkan kemampuan glukosa dan zat lain untuk mereduksi tembaga sulfat menjadi tembaga (I) oksida biru negatif (CuSO4) menjadi hijau, kuning, dan jingga/merah (Cu2O) terjadi saat reaksi berlangsung.
            Larutan Benedict klasik dikembangkan pada 1908 dan memgandung tembaga sulfat, natrium karbnonat, dan dapur natrium sitrat11. Urine ditambahkan ke


  Panas
 
 
  Basa
 
            CuSO4 (kupri sulfida) + zat pereduksi

           
Cu2O (tembaga oksida) + zat teroksida              warna (biru/hijau               jingga/merah)

RINGKASAN 5-8
STRIP REAGEN GLUKOSA
Reagen
Multistix
Glukosa oksidase
Peroksidase
Kalium iodida
Chemstrip
Glukosa oksidase
Peroksidase
 Tetrametibenziden
Sensitivitas
Multistix: 75 sampai 125mg/dl
 Chemstrip: 40 mg/dl
Gangguan
 Positif-Palsu
Kontaminasi oleh agens dan detergen       pengoksidasi
Negatif-Palsu
Kadar asam askorbat tinggi
Kadar keton tinggi
Berat jenis tinggi
Suhu rendah
 Pengawetan spesimen tidak benar
Korelasi dengan
pemeriksaan lain
Keton
 Protein

Dalam larutan tersebut, panas diberikan, dan warna endapan yang dihasilkan diobservsi. Metode yang lebih nyaman yang menggunakan prinsip Benedict adalah tablet Clinitest (Siemens Heathcare Diagnostics, Deerfield, IN). Tablet tersebut mengandung tembaga sulfat, natrium bikarbonat, natrium sitrat, dan natrium hidroksida. Saat tablet dimasukkan ke dalam air dan urine, panas yang dihasilkan melalui hidrolisis natrium hidrosida dan reaksinya dengan natrium sitrat, dan karbon dioksida dilepas dari natrium karbonat untuk mencegah gangguan reaksi reduksi oleh udara kamar. Tabung berdinding-tebal harus diletakkan di rak tahan-panas dan tidak dipegang dengan tangan karena panas reaksi dapat menyebabkan luka bakar. Di akhir yang berkisar dari biru hingga jingga/merah dapat dibandingkan dengan peta warna pabrikan pembuat untuk menetukan perkiraan jumlah zat pereduksi.
            Hati-hati dalam mengamati reaksi secara cermat saat reaksi berlangsung, karena pada kadar glukosa tinggi, fenomena “pass through” dapat terjadi. Ketika itu terjadi , warna yang dihasilkan melewati tahap jingga/tidak diobservasi, kadar gula glukosa tinggi dapat dilaporkan sebagai negatif. Metode alternatif yang menggunakan dua tetes, bukan lima tetes urine dapat meminimalkan fenomena “pass through”. Peta warna terpisah harus digunakan untuk menginterprestasi reaksi tersebut. Peta warna tersebut memberi nilai hingga 5g/dL,
sementara metode lima-tetes terbatas hingga 2g/dL.
            Sensitivitas Clinitest terhadap glukosa berkurang hingga minimum 200 mg/dL, sehingga Clinitest tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk glukoa. Sebagai pemeriksaan tidak spesifik untukn zat pereduksi, Clinitest mudah terganggu oleh gula pereduksi lain , termasuk galaktosa, laktosa, fruktosa, maltosa, pentosa, asam askorbat, metabolit obat tertentu, dan antibiotik, seperti sefalosporin. Dengan demikian, Clinitest tidak menyediakan pemeriksaan konfirnasi untuk glukosa.
             Tablet Clinitest sangat higroskopik dan harus disimpan dalam kemasan yang tertutup rapat. Warna biru pekat pada tablet yang belum digunakan menunjukkan kerusakan akibat akumulasi kelembapan, begitu juga tablet yang mengeluarkan buih yang sangat banyak.


Kemaknaan Klinis Clinitest
             Selain glukosa, gula pereduksi yang umun ditemukan, antara lain galaktosa, fruktosa, pentosa, dan laktosa ; di antara semua itu, galaktosa paling bermakna secara klinis. Gaktosa di dalam urine bayi baru lahir mencerminkan “kesalahan metabolisme bawaan”, yang ditandai dengan kekurangan enzim galaktosa-l-fosfat uridil transferase mencegah pemecahan galaktosa yang dicerna dan menyebabkan kegagalan  tumbuh-kembang dan komplikasi lain, termasuk kematian. Semua negara bagian menyertakan skrining untuk galaktosemia ke dalam program skrining bayi baru lahir (lihat Bab 8) karena deteksi dini yang diikuti dengan pembatasan pada populasi laboratorium. Clinitest  sering dilakukan pada spesimen anak dari pasien hingga setidaknya usia 2 tahun. Kemaknaan klinis kemunculan gula pereduksi lain biasanya minimal dan laktosa sering kali ditemukan di dalam urine ibu menyusui.

Prosedur Clinitest
1.      Letakkan tabung reaksi secara tebal di rak, tambahkan 5 tetes urine
2.      Tambahkan 10 tetes air suling kedalam urine di dalam tabung reaksi
3.      Cemplungkan tablet Clinitest ke dalam tabung reaksi dan observasi hingga selesai (sudah tidak mendidih lagi)
PERINGATAN :  campuran reaksi tersebut sangat panas. Jangan menyentuh area dasar tabung reaksi. Gunakan hanya tabung reaksi kaca tebal
4.      Tunggu 15 detik setelah sudah tidak mendidih lagi dan secara perlahan kocok isi tabung
5.      Bandingkan warna campuran dengan peta warna Clinitest dan catat hasilnya dalam mg/d l atau persen. Observasi kemungkinan fenomena “lewat” Jika terjadi, ulangi prosedur tersebut menggunakan 2 tetes, bukan 5 tetes urine

B.   KETON
 Istilah “keton” menunjukkan produk metabolisme  lemak inermediet, yaitu aseton (2%) asam asetoasetat (20%) dan B-hidroksibutirat (78%). Pada kondisi normal, jumlah keton yang dapat di ukur tampak di dalam urine, karena semua lemak yang di metabolisme di pecah sempurna menjadi karbon dioksida dan air. Namun, ketika pemakaian karbohidrat yang tersedia sebagai sumber utama energi menjadi terganggu, simpanan lemak tubuh harus di metabolisme untuk memasok energi. Keton pun terdeteksi di dalam urine.

Kemaknaan Klinis
    Alasan klinis untuk peningkatan metabolisme lemak mencakup ketidakmampuan untuk metabolisme karbohidrat, seperti yang tejadi pada diabetes militus, peningkatan kehilangan karbohidrat akibat muntah dan asupan karbohidrat yang tidak memadai akibat kelaparan dan malabsorpsi.
     Pemeriksaan untuk keton urine paling bermanfaat dalam manajemen dan pemantauan diabetes melitus bergantung-insulin (tipe 1). Ketonuria menunjukkan defisiensi insulin, menandakan pentingnya mengatur dosis. Kotonuria seringkali menjadi indikator awal  insulin tidak memadai pada diabetes tipe 1
     Pasien diabetes yang mengalami  masalah media selain diabetes .Peningkatan penumpukan keton dalam darah menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit,dehidrasi,da, jika tidak dikoreksi ,asidosis,dan akhirnyakoma diabetik.
      Pemakaian strip pemeriksaan multipel di laboratorium rumah sakit sering menghasilkan pemeriksaan keton positif yang tidak terkait dengan diabetes karena sakit  pasien mencegah asupan karbohidrat memadai atau menghambat absorpasi karbohidrat atau menyebabkan kehilangan cepat,seperti pada muntah.Klinik penurunan berat badan dan gangguan makan dapat menggunakan penerapan praktis ketonuria akibat tindakan menghindari karbohidrat untuk memantau pasien.Olahraga berat yang sering dapat menyebabkan pemakaian berlrbihan karbohidrat yang ada dan menghasilkan ketonuria
 
KIAT TEKNIS  Ingat ,gula meja adalah sukrosa ,gula non-peruduksi ,dan tidak bereaksi dengan clinest atau strip glukosa oksidase dan dengn demikian ,tidak dapat digunakan sebagai kontrol atau pada persiapan latihan laboratorium untuk pemeriksaan glukosa.

RINGKASAN 5-9
KEMAKNAA KLINIS KETON URINE
Asidosis diabetik
Olahrag berlebihan
Pemantauan dosis insulin
Muntah
Kelaparan
Kesalahan metabolisme asam amino bawaan (Lihat Bab 8)
Ganguan pankreas/melabsorpsi


Reaksi Strip Reagen
Tiga senyawa keton tersebut ditemukan dalam jumlah sama didalam urine.Aseton dan asam B-hidroksibutirat,20% asam asetoasetat,dan 2% aseton relatif konstan pada semua spesimen.
Pemeriksaan strip reagen menggunakan reaksi natrium  nitropsirisida (nitroferisianida) untuk mrngukur keton. Dalam reaksi tersebut,asam asetoasetat dalam medium basa bereaksi dengan natrium nitroprusida,menghasilkan warna ungu. Pemeriksaan tersebut tidak mengukur asam B-hidroksibutirat dan hanya sedikit sensitif terhadap aseton bila glisin juga ada; meski begitu karena senyawa tersebut diturunkan dari asam asetoasetat ,keberadaannya dapat diperkirakan dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan tersendiri.
Hasil dilaporkan secara kualitatif sebagai negatif, sedikit (+1), sedang (+2), atau banyak(+3), atau semikuantitatif sebagai negatif, renik (5 mg/dL), sedikit (15 mg/dL), atau banyak (80 sampai 160 mg/dL).

            Asetoasetat (dan aseton) + natrium nitroprusida + (glisin)        Basa        Ungu
Gangguan Reaksi
          Lovedopa dan obat yang berisi kelompok sulfhidril, termasuk natrium sulfonat merkaptoetan (MESNA) dan kaptopril dalam jumlah banyak, dapat menghasilkan reaksi warna atipikal. Reaksi dengan zat penggangga sering kali hilang saat specimen didiamkan, sementara kemunculan warna dari asam asetoasetat meningkat, menyebabkan hasil positif-palsu akibat pembacaan berwaktu yang tidak tepat. Nilai rendah-palsu akibat penguapan aseton dan pemecahan asam asetoasetat oleh bakteri dijumpai pada spesimen yang tidak diawetkan dengan benar.
            Pemeriksaan tablet Acetes digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk hasil strip reagen yang meragukan; namun, pemeriksaan tersebut digunakan untuk pemeriksaan serum dan cairan tubuh lain serta pengenceran cairan tersebut untuk ketosis berat.

RINGKASAN 5-10
STRIP REAGEN KETON
Reagen
Natrium nitroprusida.
Glisin (Chemstrip).
Sensitivitas
Multistix: 5 sampai 10 mg/Dl asam asetoasetat.
Chemstrip: 9 mg/dL asam asetoasetat, 70 mg/dL aseton.
Gangguan
Positif-Palsu:
PewarnaItalien.
Urine merah yang berpigmentinggi.
Lovedopa.
Obat yang mengandung kelompok sulfhidril.

Negatif-Palsu:
Specimen yang tidak diawetkan dengan tepat.
Korelasi
Glukosa.

Saatini, metode baru pengukuran B-hidroksibutirat menggunakan strip reagen telah dikembangkan untuk memberikan metode otomatis untuk pemeriksaan serum dan cairan tubuh lain.
Tablet Acetest
            Acetest (Siements Healthcare Diagnostics Inc., Deerfirld, IL) meneydiakan natrium nitroprusida, glisin, dinatriumfosfat, dab laktosa dalam bentuk tablet. Penambahan laktosa memberikan perbedaan warna yang lebih baik. Tablet Acetesthigroskopik; jika specimen tidak direabsorbsi sempurna dalam 30 detik, tablet baru harus digunakan.

Ringkasan
1. Urinalisis merupakan pemeriksaan urin yang terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik atau sedimen, dan kimia urin yang dilakukan secara tepat, dapat diandalkan, aman, dan efektif.
2. Pemeriksaan glukosa adalah analisis kimia terhadap urine yang paling sering dilakukan.
3. Istilah “keton” menunjukkan produk metabolisme  lemak inermediet, yaitu aseton (2%) asam asetoasetat (20%) dan B-hidroksibutirat (78%). Pada kondisi normal, jumlah keton yang dapat di ukur tampak di dalam urine, karena semua lemak yang di metabolisme di pecah sempurna menjadi karbon dioksida dan air.

Daftar Pustaka
Aulia D, Lydia A. Urinalisis. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A W, Simadibrata M,        Setiyohadi B, Syam A F, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit        Dalam. Jilid 1. Edisi 6.            Jakarta: InternaPublishing; 2014. h. 231.
Gandasoebrata, R. 2004. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi 11. Jakarta. EGC.
Murrayk, Robert, 2009, Biokimia Harper, Buku Kedokteran, Jakarta, Edisi 27

0 comments :

Post a Comment