Pemeriksaan Kimia Urin (Glukosuria dan Ketonuria)
Urinalisis
merupakan pemeriksaan urin yang terdiri dari pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik atau sedimen, dan kimia urin yang dilakukan secara tepat, dapat diandalkan,
aman, dan efektif. Pada pemeriksaan kimia digunakan pemeriksaan carik celup
yang terdiri dari pemeriksaan pH, berat jenis, protein, glukosa, keton,
eritrosit, bilirubin, urobilinogen, nitrit, dan leukosit. Untuk pemeriksaan
mikroskopik dilakukan melalui evaluasi sedimen dan hasil sentrifugasi urin.
Salah satu komponen dari pemeriksaan urinalisis adalah pemeriksaan kimia keton.
Ketoasidosis
diabetik adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang serius dan harus segara
ditanggani . Ketoasidosis diabetik memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat
, mengingat angka kematian yang tinggi. Dengan demikian, sangat penting bagi
penderita diabetes mellitus untuk mengontrol gula darah dan membuat menu
makanan untuk menekan peningkatan kadar gula darahnya (Utama, H, 2003). Dari
latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana gambaran
badan keton pada penderita diabetes mellitus tipe II yang dirawat inap di rumah
sakit umum Haji Adam Malik Medan bagian Poliklinik Endokrin.
Berbagai
data hasil penelitian memperkirakan bahwa protein urin merupakan nilai sebagai
indeks kerusakan vaskuler, yang merupakan manifestasi peningkatan kadar glukosa
urin terutama pada diabetes mellitus (Bloomgarden ZT, 2005). Menurut survey
Word Health Organization (WHO),
Indonesia menempati urutan ke 4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes
Melitus (DM) dengan prevalensi 8,6% dari total jumlah penduduk. Data Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa
jumlah pasien rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit dengan Diabetes
Melitus menempati urutan ke 1 (pertama) dari seluruh penyakit endokrin.
(Perkeni, 2006)
A. GLUKOSA
Karena
bermanfaat dalam deteksi dan pemantauan diabetes melitus, pemeriksaan glukosa
adalah analisis kimia terhadap urine yang paling sering dilakukan. Akibat
gejala tidak spesifik yang berkaitan dengan awitan diabetes, diperkirakan lebih
dari separuh kasus diabetes di dunia tidak terdiagnosis. Dengan demikian,
pemeriksaan glukosa darah dan urine disertakan dalam semua pemeriksaan fisik
dan seringkali menjadi fokus program skrining kesehatan masyarakat. Diagnosis
dini diabetes melitus melalui pemeriksaan glukosa darah dan urine memperbaiki
prognosis. Menggunakan metode strip reagen yang sekarang ada untuk pemeriksaan
glukosa baik darah maupun urine, pasien dapat melakukan pemantauan mandiri di
rumah dan dapat mendeteksi masalah pengaturan sebelum terjadi komlikasi yang
serius.
Kemaknaan
Klinis
Dalam
kondisi normal, hampir semua glukosa yang disaring oleh glomerulus secara aktif
direabsorbsi dalam tubulus kontortus proksimal; dengan demikian, urine hanya
mengandung sedikit glukosa. Reabsorbsi glukosa di tubulus terjadi dengan
transpor aktif sebagai respons terhadap kebutuhan tubuh untuk memelihara
konsentrasi glukosa yang memadai. Ketika kadar glukosa darah naik
(hiperglikmia), seperti yang terjadi pada diabetes melitus, transpor glukosa di
tubulus mencapai ambang batas ginjal untuk glukosa, dan glukosa pun ditemukan
dalam urine. Kadar darah reabsorbsi tubulus berhenti (ambang batas ginjal)
untuk glukosa sekitar 160 sampai 180 mg/dL. Kadar glukosa naik-turun dan
individu normal yang tidak puasa dapat mengalami glikosuria setelah mengonsumsi
makanan tinggi glukosa. Dengan demikian, hasil glukosa yang paling informatif
didapatkan dari spesimen yang ditampung dibawah kondisi berkontrol. Puasa
sebelum penampungan sampel untuk pemeriksaan skrining dianjurkan untuk tujuan
pemantauan diabetes, spesimen biasanya diperiksa 2 jam setelah makan. Spesimen
pertama saat bangun pagi tidak selalu mewakili spesimen puasa karena glukosa
dari makan malam mungkin masih berada dalam kandung kemih sepanjang malam, dan
pasien harus dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih dan menampung spesimen
kedua?
Hiperglikemia yang terjadi selama
kehamilan dan hilang setelah persalinan disebut diabetes gestasional. Awitan
hiperglikemia dan glikosuria biasanya sekitar 6 bulan kehamilan, meskipun glikosuria
dapat terjadi lebih cepat. Hormon yang disekresi oleh plasenta menghambat kerja
insulin, mengakibatkan resistansi insulin dan hiperglikemia. Deteksi diabetes
gestasional penting untuk kesejahteraan bayi karena glukosa melintasi plasenta,
sementara insulin tidak.
Hasil Protein yang Dilaporkan (mg/dL)
|
Hasil
Kreatinin (mg/dL)
|
||||
10
|
50
|
100
|
200
|
300
|
|
Tampung Ulang
|
|||||
15
|
|||||
30
|
|||||
100, 300, atau
2000
|
|||||
Ket: warna
|
Normal
|
|
Tidak Normal
|
Glukosa
melintasi plansenta, sementara insulin tidak.bayi mengalami kenaikan kadar
glukosa, mengakibatkan pankreas bayi menghasilkan lebih banyak insulin.
Kelebihan glukosa pada bayi disimpan sebagai lemak, menyebabkan bayi besar
(makrosomia) yang beresiko obesitas dan diabetes tipe-2 dikemudian hari. Wanita
yang mengalami diabetes gestasional juga rentan mengalami diabetes tipe-2
beberapa tahun kemudian.
Hiperglikemia
yang asalnya bukan diabetes dijumpai pada berbagai gangguan dan juga
menyebabkan glikosuria. Banyak gangguan tersebut dikaitkan dengan fungsi hormon
dan mencakup pankreatitis, akromegali, sindrom cushing, hipertiroidisme,
feokromositoma, dan tirotoksitosis. Hormon glukagon, epinefrin,kortisol,
tiroksin, dan hormon pertumbuhan, yang meningkat pada gangguan tersebut, bekerja
berlawanan dengan insulin,sehingga menghasilkan hiperglikemiadan glukosuria.
Fungsi utama insulin adalah mengubah glukosa menjadi glikogen untuk cadangan (glikogenesis), sedangkan hormon
berlawanan tersebut menyebabkan pemecahan glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis), mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa sirkulasi. Eprinefin juga merupakan inhibitor kuat
sekresi insulin dan meningkat saat tubuh terkena stres berat, menyebabkan
glukosuria yang terlihat bersama dengan trauma serebrovaskular dan infark
miokardium.
Gliikosuria terjadi saat tidak ada
hiperglikemia ketika reabsorbsi glukosa oleh tubulus ginjal terganggu. Itu
sering disebut sebagai ”glikosuria ginjal” dan dijumpai pada penyakit ginjal
pada stadium akhir, sistinosis, dan sindrom fanconi. Glikosuria yang tidak
berkaitan dengan diabetes gestasional terkadang terlihat sebagai dampak
penurunan sementara ambang batas ginjal untuk sementara,
Reaksi strip reagen (
glukosa oksidase)
prosedur
glukosa oksidasi memberikan pemeriksaan spesifik untuk glukosa. Strip reagen
menerapkan metode pemeriksaan glukosa oksidase dengan memperkaya area
pemeriksaan dengan campuran glukosa oksidase, peroksidase, kromogen, dan dapat
untuk menghasilkan reaksi enzim berurut ganda. Pada langkah pertama, glukosa
oksidase mengatalisis antara glukosa dan udara ruang (oksigen) untuk
menghasilkan asam glukonat dan peroksid. Pada langkah kedua, peroksidase
mengatalisis reaksi antara peroksidadan kromogen untuk membentuk senyawa
berwarna teroksidasi yang dihasilkan pada proporsi langsung terhadap
konsentrasi glukosa.
Pabrikan
pembuat strip reagen menggunakan kromogen yang berbeda, termasuk kalium iodida
(hijau sampa cokelat) (mulitistix) dan tetrametilbenzidin(kuning hingga hijau)
chemistrip). Glukosa urine dapat dilaporkan sebagai negatif ,renik, 1+. 2+, 3+,
dan 4+, namun , peta warna juga memberikan pengakuran kuantitatif yang berkisar
dari 100 mg/dL hingga 2 g/dL, atau 0,1% sampai 2%. American Diabetes
Association menganjurkan.
Gangguan Reaksi
Karena metode glukosa oksidase
spesifik oksidase spesifik untuk glukosa, reaksi positif-palsu tidak didapatkan
dari penyusun urine lain, termasuk gula pereduksi yang mungkin ada. Namun,
reaksi positif-palsu dapat terjadi jika wadah menjadi tercemar dengan peroksida
atau detergen pengoksidasi kuat
Zat yang mengganggu reaksi enzimatik
atau agens pereduksi kuat, seperti asam askorbat, yang mencegah oksidasi
kromogen dapt menghasilkan hasil negatif-palsu. Untuk meminimalkan gangguan
dari asam askorbat, pabrikan pembuat strip reagen menggabungkan bhan kimia
tambahan ke dalam pad periksa.
Contohnya, iodat yang mengoksidasi asam askorbat sehingga asam askorbat tidak
dapat mengganggu oksidasi kromogen. Literatur produk harus dikaji ulang secara
saksama untuk informasi terkini terkait semua zat pengganggu. Kadar keton yang
tinggi juga memengaruhi pemeriksaan glukosa oksidase pada konsentrasi glukjosa
rendah; namun, karena kadar keton tinggi biasanya desertai dengan glukosuria
nyata, kitu jarang menimbulkan masalah. Berat jenis tinggi dan shu rendah dapat
menurunkan sensitivitas pemeriksaan. Sejauh ini, sumber utama hasil glukosa
negatif-palsu adalah kesalahan teknis membiarkan spesimen disimpan di shu ruang
tanpa pengawet selama periode lama, yang memaparkan glukosa dengan degradasi bakteri.
Pemeriksaan Reduksi
Tembaga (Clinitest)
Pengukuran glukosa dengan metode
reduksi tembaga adalah salah satu pemeriksaan kimia paling awal yang dilakukan
pada urine. Pemeriksaan tersebut mengandalkan kemampuan glukosa dan zat lain
untuk mereduksi tembaga sulfat menjadi tembaga (I) oksida biru negatif (CuSO4)
menjadi hijau, kuning, dan jingga/merah (Cu2O) terjadi saat reaksi berlangsung.
Larutan Benedict klasik dikembangkan
pada 1908 dan memgandung tembaga sulfat, natrium karbnonat, dan dapur natrium
sitrat11. Urine ditambahkan ke
|
|
RINGKASAN
5-8
|
STRIP
REAGEN GLUKOSA
|
Reagen
|
Multistix
Glukosa oksidase
Peroksidase
Kalium iodida
Chemstrip
Glukosa oksidase
Peroksidase
Tetrametibenziden
|
Sensitivitas
|
Multistix: 75 sampai 125mg/dl
Chemstrip: 40 mg/dl
|
Gangguan
|
Positif-Palsu
Kontaminasi oleh agens dan detergen pengoksidasi
Negatif-Palsu
Kadar asam askorbat tinggi
Kadar keton tinggi
Berat jenis tinggi
Suhu rendah
Pengawetan spesimen tidak benar
|
Korelasi dengan
pemeriksaan lain
|
Keton
Protein
|
Dalam
larutan tersebut, panas diberikan, dan warna endapan yang dihasilkan diobservsi.
Metode yang lebih nyaman yang menggunakan prinsip Benedict adalah tablet
Clinitest (Siemens Heathcare Diagnostics, Deerfield, IN). Tablet tersebut
mengandung tembaga sulfat, natrium bikarbonat, natrium sitrat, dan natrium
hidroksida. Saat tablet dimasukkan ke dalam air dan urine, panas yang
dihasilkan melalui hidrolisis natrium hidrosida dan reaksinya dengan natrium
sitrat, dan karbon dioksida dilepas dari natrium karbonat untuk mencegah
gangguan reaksi reduksi oleh udara kamar. Tabung berdinding-tebal harus
diletakkan di rak tahan-panas dan tidak dipegang dengan tangan karena panas
reaksi dapat menyebabkan luka bakar. Di akhir yang berkisar dari biru hingga
jingga/merah dapat dibandingkan dengan peta warna pabrikan pembuat untuk
menetukan perkiraan jumlah zat pereduksi.
Hati-hati dalam mengamati reaksi
secara cermat saat reaksi berlangsung, karena pada kadar glukosa tinggi,
fenomena “pass through” dapat terjadi. Ketika itu terjadi , warna yang
dihasilkan melewati tahap jingga/tidak diobservasi, kadar gula glukosa tinggi
dapat dilaporkan sebagai negatif. Metode alternatif yang menggunakan dua tetes,
bukan lima tetes urine dapat meminimalkan fenomena “pass through”. Peta warna
terpisah harus digunakan untuk menginterprestasi reaksi tersebut. Peta warna
tersebut memberi nilai hingga 5g/dL,
sementara
metode lima-tetes terbatas hingga 2g/dL.
Sensitivitas Clinitest terhadap
glukosa berkurang hingga minimum 200 mg/dL, sehingga Clinitest tidak dapat
digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk glukoa. Sebagai pemeriksaan
tidak spesifik untukn zat pereduksi, Clinitest mudah terganggu oleh gula
pereduksi lain , termasuk galaktosa, laktosa, fruktosa, maltosa, pentosa, asam
askorbat, metabolit obat tertentu, dan antibiotik, seperti sefalosporin. Dengan
demikian, Clinitest tidak menyediakan pemeriksaan konfirnasi untuk glukosa.
Tablet Clinitest sangat
higroskopik dan harus disimpan dalam kemasan yang tertutup rapat. Warna biru
pekat pada tablet yang belum digunakan menunjukkan kerusakan akibat akumulasi
kelembapan, begitu juga tablet yang mengeluarkan buih yang sangat banyak.
Kemaknaan Klinis
Clinitest
Selain glukosa, gula pereduksi
yang umun ditemukan, antara lain galaktosa, fruktosa, pentosa, dan laktosa ; di
antara semua itu, galaktosa paling bermakna secara klinis. Gaktosa di dalam
urine bayi baru lahir mencerminkan “kesalahan metabolisme bawaan”, yang
ditandai dengan kekurangan enzim galaktosa-l-fosfat uridil transferase mencegah
pemecahan galaktosa yang dicerna dan menyebabkan kegagalan tumbuh-kembang dan komplikasi lain, termasuk
kematian. Semua negara bagian menyertakan skrining untuk galaktosemia ke dalam
program skrining bayi baru lahir (lihat Bab 8) karena deteksi dini yang diikuti
dengan pembatasan pada populasi laboratorium. Clinitest sering dilakukan pada spesimen anak dari
pasien hingga setidaknya usia 2 tahun. Kemaknaan klinis kemunculan gula
pereduksi lain biasanya minimal dan laktosa sering kali ditemukan di dalam
urine ibu menyusui.
Prosedur Clinitest
1. Letakkan
tabung reaksi secara tebal di rak, tambahkan 5 tetes urine
2. Tambahkan
10 tetes air suling kedalam urine di dalam tabung reaksi
3. Cemplungkan
tablet Clinitest ke dalam tabung reaksi dan observasi hingga selesai (sudah
tidak mendidih lagi)
PERINGATAN
: campuran reaksi tersebut sangat panas.
Jangan menyentuh area dasar tabung reaksi. Gunakan hanya tabung reaksi kaca
tebal
4. Tunggu
15 detik setelah sudah tidak mendidih lagi dan secara perlahan kocok isi tabung
5. Bandingkan
warna campuran dengan peta warna Clinitest dan catat hasilnya dalam mg/d l atau
persen. Observasi kemungkinan fenomena “lewat” Jika terjadi, ulangi prosedur
tersebut menggunakan 2 tetes, bukan 5 tetes urine
B.
KETON
Istilah “keton” menunjukkan produk
metabolisme lemak inermediet, yaitu
aseton (2%) asam asetoasetat (20%) dan B-hidroksibutirat (78%). Pada kondisi
normal, jumlah keton yang dapat di ukur tampak di dalam urine, karena semua
lemak yang di metabolisme di pecah sempurna menjadi karbon dioksida dan air.
Namun, ketika pemakaian karbohidrat yang tersedia sebagai sumber utama energi
menjadi terganggu, simpanan lemak tubuh harus di metabolisme untuk memasok
energi. Keton pun terdeteksi di dalam urine.
Kemaknaan Klinis
Alasan klinis untuk peningkatan metabolisme
lemak mencakup ketidakmampuan untuk metabolisme karbohidrat, seperti yang
tejadi pada diabetes militus, peningkatan kehilangan karbohidrat akibat muntah
dan asupan karbohidrat yang tidak memadai akibat kelaparan dan malabsorpsi.
Pemeriksaan untuk keton urine paling
bermanfaat dalam manajemen dan pemantauan diabetes melitus bergantung-insulin
(tipe 1). Ketonuria menunjukkan defisiensi insulin, menandakan pentingnya
mengatur dosis. Kotonuria seringkali menjadi indikator awal insulin tidak memadai pada diabetes tipe 1
Pasien diabetes yang mengalami masalah media selain diabetes .Peningkatan
penumpukan keton dalam darah menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit,dehidrasi,da, jika tidak dikoreksi ,asidosis,dan akhirnyakoma
diabetik.
Pemakaian strip pemeriksaan multipel di
laboratorium rumah sakit sering menghasilkan pemeriksaan keton positif yang
tidak terkait dengan diabetes karena sakit
pasien mencegah asupan karbohidrat memadai atau menghambat absorpasi
karbohidrat atau menyebabkan kehilangan cepat,seperti pada muntah.Klinik
penurunan berat badan dan gangguan makan dapat menggunakan penerapan praktis
ketonuria akibat tindakan menghindari karbohidrat untuk memantau
pasien.Olahraga berat yang sering dapat menyebabkan pemakaian berlrbihan
karbohidrat yang ada dan menghasilkan ketonuria
KIAT
TEKNIS Ingat ,gula meja adalah sukrosa
,gula non-peruduksi ,dan tidak bereaksi dengan clinest atau strip glukosa
oksidase dan dengn demikian ,tidak dapat digunakan sebagai kontrol atau pada
persiapan latihan laboratorium untuk pemeriksaan glukosa.
|
RINGKASAN 5-9
|
KEMAKNAA KLINIS KETON URINE
|
Asidosis diabetik
|
Olahrag berlebihan
|
Pemantauan dosis insulin
|
Muntah
|
Kelaparan
|
Kesalahan metabolisme asam amino bawaan (Lihat Bab
8)
|
Ganguan pankreas/melabsorpsi
|
Reaksi Strip Reagen
Tiga
senyawa keton tersebut ditemukan dalam jumlah sama didalam urine.Aseton dan
asam B-hidroksibutirat,20% asam asetoasetat,dan 2% aseton relatif konstan pada
semua spesimen.
Pemeriksaan strip reagen menggunakan
reaksi natrium nitropsirisida (nitroferisianida) untuk mrngukur keton. Dalam reaksi
tersebut,asam asetoasetat dalam medium basa bereaksi dengan natrium
nitroprusida,menghasilkan warna ungu. Pemeriksaan tersebut tidak mengukur asam
B-hidroksibutirat dan hanya sedikit sensitif terhadap aseton bila glisin juga
ada; meski begitu karena senyawa tersebut diturunkan dari asam asetoasetat
,keberadaannya dapat diperkirakan dan tidak perlu dilakukan pemeriksaan
tersendiri.
Hasil
dilaporkan secara kualitatif sebagai negatif, sedikit (+1), sedang (+2), atau banyak(+3), atau semikuantitatif sebagai negatif, renik (5
mg/dL), sedikit (15 mg/dL), atau
banyak
(80 sampai 160 mg/dL).
Gangguan Reaksi
Lovedopa dan obat yang
berisi kelompok sulfhidril, termasuk natrium sulfonat merkaptoetan (MESNA) dan
kaptopril dalam jumlah banyak, dapat
menghasilkan reaksi warna atipikal. Reaksi dengan zat penggangga sering kali hilang saat specimen
didiamkan, sementara kemunculan warna dari asam asetoasetat meningkat, menyebabkan hasil positif-palsu akibat pembacaan berwaktu yang tidak tepat. Nilai rendah-palsu akibat penguapan aseton dan pemecahan asam asetoasetat oleh bakteri dijumpai pada spesimen yang tidak diawetkan dengan benar.
Pemeriksaan tablet Acetes digunakan sebagai pemeriksaan konfirmasi untuk hasil strip reagen yang
meragukan; namun, pemeriksaan
tersebut digunakan untuk pemeriksaan serum dan cairan tubuh lain serta pengenceran cairan tersebut untuk ketosis berat.
RINGKASAN 5-10
|
STRIP REAGEN KETON
|
Reagen
|
Natrium nitroprusida.
Glisin
(Chemstrip).
|
Sensitivitas
|
Multistix: 5 sampai 10 mg/Dl asam asetoasetat.
Chemstrip: 9 mg/dL asam asetoasetat, 70 mg/dL aseton.
|
Gangguan
|
Positif-Palsu:
PewarnaItalien.
Urine merah yang berpigmentinggi.
Lovedopa.
Obat yang mengandung kelompok sulfhidril.
Negatif-Palsu:
Specimen yang tidak diawetkan dengan tepat.
|
Korelasi
|
Glukosa.
|
Saatini, metode baru pengukuran B-hidroksibutirat menggunakan strip
reagen telah dikembangkan untuk memberikan metode otomatis untuk pemeriksaan
serum dan cairan tubuh lain.
Tablet Acetest
Acetest
(Siements Healthcare Diagnostics Inc., Deerfirld, IL) meneydiakan natrium
nitroprusida, glisin, dinatriumfosfat, dab laktosa dalam bentuk tablet.
Penambahan laktosa memberikan perbedaan warna yang lebih baik. Tablet
Acetesthigroskopik; jika specimen tidak direabsorbsi sempurna dalam 30 detik,
tablet baru harus digunakan.
Ringkasan
1. Urinalisis
merupakan pemeriksaan urin yang terdiri dari pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik atau sedimen, dan kimia urin yang dilakukan secara tepat, dapat
diandalkan, aman, dan efektif.
2. Pemeriksaan
glukosa adalah analisis kimia terhadap urine yang paling sering dilakukan.
3. Istilah “keton” menunjukkan produk
metabolisme lemak inermediet, yaitu
aseton (2%) asam asetoasetat (20%) dan B-hidroksibutirat (78%). Pada kondisi
normal, jumlah keton yang dapat di ukur tampak di dalam urine, karena semua
lemak yang di metabolisme di pecah sempurna menjadi karbon dioksida dan air.
Daftar Pustaka
Aulia D, Lydia A. Urinalisis. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A W,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A
F, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Edisi 6. Jakarta:
InternaPublishing; 2014. h. 231.
Gandasoebrata, R. 2004. Penuntun Laboratorium Klinik. Edisi 11. Jakarta.
EGC.
Murrayk, Robert, 2009, Biokimia Harper, Buku Kedokteran, Jakarta, Edisi
27
1:51 AM
Student of Nurse
0 comments :
Post a Comment