Thursday, September 6, 2018



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian, strategi, indikator, standar, dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.

B.       Rumusan Masalah
1.         Konsep mutu?
2.         Indikator penilaian mutu askep?
3.         Audit internal?
4.         Audit personalia?
5.         Keselamatan pasien?
6.         Kepuasan pasien?
7.         Kenyamanan?


C.      Tujuan penulisan
1.         Tujuan umum
Untuk mengetahui lebih jelas tentang Mutu pelayanan keperawatan dalam manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan.
2.         Tujuan khusus
Ø  Untuk mengetahui konsep mutu pelayanan keperawatan
Ø  Untuk mengetahui indicator penilaian mutu askep
Ø  Untuk mengetahui audit internal dalam mutu pelayanan keperawatan
Ø  Untuk mengetahui audit personalia dalam mutu pelayanan keperawatan
Ø  Untuk mengetahui keselamatan pasien dalam mutu pelayanan keperawatan
Ø  Untuk mengetahui keselamatan pasien dalam mutu pelayanan keperawatan
Ø  Untuk mengetahui kepuasan pasien dalam mutu pelayanan keperawatan
Ø  Untuk mengetahui tingkat kenyamanan dalam mutu pelayanan keperawatan





















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Konsep mutu
Menurut Azwar (1996) yang dikutip Purwanto (2009), mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan. Menyelenggarakan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan tidak terlepas dari sebuah mutu pelayanan keperawatan. Berdasarkan standar tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu keperawatan.
Sedangkan Depkes RI ( 2009 ), telah menetapkan bahwa pelayanan keperawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komunikasi dan kerjasama.
Tanpa mutu pelayanan keperawatan yang baik, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena perawat adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari (Aditama, 2002).
Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu dilakukan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Aditama, 2002).
Dari batasan-batasan mengenai pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan pengertian mutu pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.

B.  Indikator penilaian mutu askep
Indikator adalah petunjuk atau tolak ukur.
Contoh : petunjuk indikator atau tolok ukur status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur. Jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur.
Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan outcomes. Sebagai contoh:
Indikator struktur
Ø  Tenaga kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan sebagainya).
Ø  Anggaran biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain.
Ø  Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan.
Ø  Metode : adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya.
Indikator proses
Ø  Memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah sebagaiman mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar.
Indikator outcomes
Ø  Merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti : Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.

Kriteria
Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh : Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria : tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini adalah fenomena yang dapat dihitung.
Standar
Selanjutnya setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik. Misalnya : Panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah 50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang sehat standar adalah 3 kg.

Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan tersebut.
C.      Audit internal
Audit internal merupakan suatu penilaian atas keyakinan, independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola. Audit internal adalah katalis untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan efisiensi dengan memberikan wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis dan penilaian data dan proses bisnis. Dengan komitmen untuk integritas dan akuntabilitas, audit internal yang memberikan nilai kepada mengatur badan dan manajemen senior sebagai sumber tujuan saran independen. Profesional yang disebut auditor internal yang digunakan oleh organisasi untuk melakukan kegiatan audit internal.
Audit keperawatan internal dilakukan oleh organisasi profesi di dalam institusi tempat praktik keperawatan, audit keperawatan eksternal dilakukan oleh organisasi profesi di luar institusi.Kebijakan audit medis di Rumah Sakit didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 496/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 5 April 2005 tentang Pedoman Audit Medis di RS, sedangkan untuk audit keperawatan belum ada kebijakan yang mengatur.
Pelaksana Audit Keperawatan di Rumah Sakit :
Ø  Tim pelaksana dapat merupakan tim atau panitia yg dibentuk di bawah Komite Keperawatan atau panitia khusus untuk itu à pelaksana audit keperawatan di RS dapat dilakukan oleh Komite Keperawatan, Sub Komite (Panitia) Peningkatan Mutu Keperawatan atau Sub Komite (Panitia) Audit Keperawatan
Ø  Pelaksana audit keperawatan wajib melibatkan bagian rekam keperawatan
Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar & kriteria serta analisa hasil audit keperawatan
Ø  Apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi terkait untuk melakukan analisa hasil audit keperawatan & memberikan rekomendasi khusus

D.      Audit personalia
Audit manajemen personalia adalah perencanaan, pengembangan, pembagian kompensasi, penginterprestasian, dan pemeliharaan tenaga keraja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat (Ranupandojo dan Husnan, 2002).
Manajemen personalia adalah ilmu seni untuk melaksanakan antara lain perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan (Nitisemito, 1996:143).

Tujuan Manajemen Personalia
Tujuan manajemen personalia berhubungan dengan tujuan perusahaan secara umum. Hal ini dikarenakan manajemen perusahaan berusaha untuk menimbulkan efisiensi dalam bidang tenaga kerja sebagai efisiensi keuntungan dan kontinuitas.
Tujuan manajemen personalia ada dua macam, yaitu (Manullang, 2001:165) :
1.        Production Minded (efisiensi dan daya guna);
2.        People Minded (Kerja sama).
Karena itu manajemen personalia ini menyangkut usaha untuk menciptakan kondisi dimana setiap karyawan didorong untuk memberikan sumbangan sebaik mungkin bagi majikannya, karena tidak dapat mengharapkan efisiensi yang maksimal tanpa kerjasama yang penuh dari para karyawan.

Fungsi Manajemen Personalia
1.        Perencanaan. Perencanaan berarti menentukan program personalia yang akan membantu mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Tujuan ini memerlukan partisipasi aktif dari manajer personalia.
2.        Pengorganisasian. Jika perusahaan telah menentukan fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh karyawannya, maka manajer personalia harus membentuk organisasi dengan merancang susunan dari berbagai hubungan antara jabatan personalia dan faktor-faktor fisik. Organisasi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan.
3.        Pengarahan. Apabila manajer sudah mempunyai rencana dan sudah mempunyai organisasi untuk melaksanakan rencana tersebut, fungsi selanjutnya adalah mengadakan pengarahan terhadap pekerjaan. Fungsi itu berarti mengusahakan agar karyawan bekerja sama secara efektif.
4.        Pengawasan. Pengawasan adalah mengamati dan membandingkan pelaksanaan dengan rencana dan mengoreksinya apabila terjadi penyimpangan. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi yang menyangkut masalah pengaturan berbagai kegiatan sesui dengan rencana personalia yang dirumuskan sebagi dasar analisis dari tujuan organisasi fundamental.


Fungsi audit manajemen personalia secara operasionalnya terdiri dari :
1.        Pengadaan adalah menyediakan sejumlah tertentu karyawan dan jenis keahlian yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan tersebut menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan tenaga kerja, proses seleksi dan penempatan kerja.
2.        Pengembangan karyawan yang telah diperoleh dengan malalui pelatihan dengan tujuan untuk mengembagkan ketrampilan. 
3.        Pemberian kompensasi adalah pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap para karyawan sesuai dengan sumbangan mereka dalam mencapai tujuan perusahaan.
4.        Pengintegrasian adalah menyangkut penyesuaian keinginan dari individu dengan keungan pihak perusahaan dan masyarakat.
5.        Pemeliharaan adalah mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada. 

E.  .      Keselamatan pasien
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Standar keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss). Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Komite Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada Menteri.
Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1.         Hak pasien
2.         Mendidik pasien dan keluarga;
3.         Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4.         Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien;
5.         Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6.         Mendidik staf tentang keselamatan pasien;dan
7.         Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1.         Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2.         Memimpin dan mendukung staf;
3.         Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4.         Mengembangkan sistem pelaporan;
5.         Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6.         Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7.         Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

F.          Kepuasan pasien
Pengukuran kepuasan pasien sendiri merupakan tujuan akhir dari pendefinisian sebuah mutu atau kualitas pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan berbasis pada 5 aspek - aspek kualitas pelayanan dengan menerapkan konsep kesenjangan, disebut SERVQUAL (Parasuraman dalam Tjiptono, 2007). Lima aspek kualitas yang dimaksud yaitu:
1.         Tangibles (kenyataan/wujudnya) yang meliputi: fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, pegawai dan sarana informasi/komunikasi.
2.         Reliability (kehandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan.
3.         Responsiveness (daya tanggap) adalah keinginan para karyawan dalam memberikan pelayanan yang tanggap.
4.         Assurance (jaminan) mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
5.         Emphaty (perhatian) adalah sifat dan kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada pasien, kemudian dalam melakukan kontak, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan secara individual.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien Menurut Budiastuti ( 2002 ), kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain:
1.         Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
2.         Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai yang diharapkan.
3.         Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien bila dalam hal ini pasien memilih penyedia pelayanan yang terkenal mahal, dan merasa kurang puas jika ternyata diberikan pelayanan secara gratis atau cuma- Cuma.
4.         Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5.         Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
Sedangkan Tjiptono (2007) menyatakan bahwa kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu :
1.         Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan dengan waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

2.         Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features)
Merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.
3.         Keandalan (reliability)
Sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit.
4.         Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification)
Yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.
5.         Daya tahan (durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
6.         Service ability
Meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.
7.         Estetika
Merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.
8.         Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik sejak pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.


G. Kenyamanan
Kenyamanan didefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh resipien berdasarkan pengukuran kenyamanan.Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan, ketentraman dan transcendence) serta empat konteks pengalaman (fisik, psikospiritual, sosial dan lingkungan).
Tipe-tipe kenyamaman didefiniskan sebagai berikut :
1.        Dorongan (relief): kondisi resipien yang membutuhkan penanganan yang spesifik dan segera.
2.        Ketenteraman (ease): kondisi yang tenteram atau kepuasan hati.
3.        Transcendence: kondisi dimana individu mampu mengatasi masalahnya (nyeri).

Empat konteks kenyamanan
1.        Fisik : berkaitan dengan sensasi jasmani.
2.        Psikospiritual : berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri, termasuk penghargaan, konsep diri, seksual dan makna hidup; berhubungan dengan perintah yang terbesar atau kepercayaan.
3.        Lingkungan : berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi-kondisi, dan pengaruhnya.
4.        Sosial : berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.

Teori kenyamanan meliputi tiga tipe alasan logis:
1.        Induction
Induksi terjadi setelah terjadi proses generalisasi dari pengamatan terhadap objek yang spesifik (Bishop & Hardin, 2006). Ketika perawat mendalami tentang praktek keperawatan dan keperawatan sebagai disiplin, perawat menjadi familiar dengan konsep implisit atau eksplisit, term, proposisi, dan asumsi yang mendukung praktik keperawatan.
2.        Deduction
Deduksi merupakan proses penyimpulan prinsip atau premis yang bersifat general menjadi kesimpulan yang lebih spesifik (Bishop & Hardin, 2006). Tahapan deduktif dari perkembangan teori menghasilkan hubungan comfort dengan konsep lain untuk menghasilkan sebuah teori. Pendapat dari ketiga theorist disertakan dalam teori comfort, oleh karena itu Kolcaba mencari bentuk dasar yang dibutuhkan untuk menyatukan ketiga konsep dasar: relief, ease, dan transcendence. Sesuatu hal yang diinginkan adalah suatu kerangka konsep general yang mampu menjelaskan comfort menjadi istilah yang lebih mudah dipahami dan mengurangi tingkat abstraksinya (Tomey & Alligood, 2010).


3.        Retroduction
Retroduction digunakan untuk menyeleksi fenomena yang sesuai untuk dikembangkan lebih luas untuk kemudian diuji kembali. Tipe ini diaplikasikan dalam area yang hanya memiliki beberapa teori (Bishop & hardin, 2006).. Hasil yang diharapkan dari pemberian intervensi keperawatan adalah diperolehnya kenyamanan pasien yang dapat dilihat dari persepsi yang dikemukakan oleh pasien. 





























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta diberikan sesuai standart dan etika profesi. Layanan kesehatan yang bermutu sering dipersepsikan sebagai suatu layanan kesehatan yang di butuhkan, dalam hal ini akan di tentukan oleh profesi layanan keshatan dan sekaligus di inginkan oleh klien (individu) ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Layanan kesehatan sebagaimana juga mutu barang dan jasa bersifat multidimensi.
B.       Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mulai menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang professional.


DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi4. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika
Gillies, D.A. 1994. Nursing Management, A System Approach. Third Edition. Philadelphia : WB Saunders.
Wijono,  D.  2000.  Manajemen  Mutu  Pelayanan  Kesehatan.  Teori,  Strategi  dan  Aplikasi. Volume.1. Surabaya : Airlangga University Press.


0 comments :

Post a Comment