BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pelayanan
keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini
terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang
membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya
yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu
ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan
rumahsakit akan meningkat juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas
pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu
tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi
sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat
memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien,
keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat
pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah ini
penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian, strategi,
indikator, standar, dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan
sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu
seharusnya dilaksanakan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Konsep
mutu?
2.
Indikator
penilaian mutu askep?
3.
Audit
internal?
4.
Audit
personalia?
5.
Keselamatan
pasien?
6.
Kepuasan
pasien?
7.
Kenyamanan?
C.
Tujuan
penulisan
1.
Tujuan umum
Untuk
mengetahui lebih jelas tentang Mutu pelayanan
keperawatan dalam manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan.
2.
Tujuan
khusus
Ø Untuk mengetahui konsep mutu pelayanan keperawatan
Ø Untuk mengetahui indicator penilaian mutu askep
Ø Untuk mengetahui audit internal dalam mutu pelayanan
keperawatan
Ø Untuk mengetahui audit personalia dalam mutu pelayanan
keperawatan
Ø Untuk mengetahui keselamatan pasien dalam mutu pelayanan
keperawatan
Ø Untuk mengetahui keselamatan pasien dalam mutu
pelayanan keperawatan
Ø Untuk mengetahui kepuasan pasien dalam mutu pelayanan
keperawatan
Ø Untuk mengetahui tingkat kenyamanan dalam mutu
pelayanan keperawatan
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Konsep
mutu
Menurut Azwar
(1996) yang dikutip Purwanto (2009), mutu pelayanan kesehatan adalah yang
menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa
puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula
kualitas pelayanan kesehatan. Menyelenggarakan upaya menjaga mutu pelayanan
kesehatan tidak terlepas dari sebuah mutu pelayanan keperawatan. Berdasarkan
standar tentang evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan
keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi dengan
terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu keperawatan.
Sedangkan Depkes
RI ( 2009 ), telah menetapkan bahwa pelayanan keperawatan dikatakan berkualitas
baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan
aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan,
perhatian, tanggung jawab, komunikasi dan kerjasama.
Tanpa mutu
pelayanan keperawatan yang baik, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena
perawat adalah penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat
pelayanan keperawatan berlangsung terus menerus selama 24 jam sehari (Aditama,
2002).
Pelayanan
keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan
kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu dilakukan dalam usaha mencapai
peningkatan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang
memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif
(Aditama, 2002).
Dari
batasan-batasan mengenai pengertian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
pengertian mutu pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang
memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang
menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai
pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.
B. Indikator
penilaian mutu askep
Indikator
adalah petunjuk atau tolak ukur.
Contoh : petunjuk indikator atau tolok ukur
status kesehatan antara lain adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi,
status gizi. Petunjuk atau indikator ini (angka kematian ibu) dapat diukur.
Jadi indikator adalah fenomena yang dapat diukur.
Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan
dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses,
dan outcomes. Sebagai contoh:
Indikator struktur
Ø
Tenaga
kesehatan profesional (dokter, paramedis, dan sebagainya).
Ø
Anggaran
biaya yang tersedia untuk operasional dan lain-lain.
Ø
Perlengkapan
dan peralatan kedokteran termasuk obat-obatan.
Ø
Metode
: adanya standar operasional prosedur masing-masing unit, dan sebagainya.
Indikator proses
Ø
Memberikan
petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang
ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah
sebagaiman mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan
penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar.
Indikator outcomes
Ø
Merupakan
indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti
BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti : Angka Kesembuhan Penyakit,
Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan , dan
sebagainya.
Kriteria
Indikator
dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai contoh : Indikator status gizi dapat lebih
dispesifikasikan lagi menjadi kriteria : tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria
ini adalah fenomena yang dapat dihitung.
Standar
Selanjutnya
setelah kriteria ditentukan dibuat standar-standar yang eksak dan dapat
dihitung kuantitatif, yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik.
Misalnya : Panjang badan bayi baru lahir yang sehat rata-rata (standarnya) adalah
50 cm. Berat badan bayi baru lahir yang sehat standar adalah 3 kg.
Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan
dapat diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator,
kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan
aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan kesehatan
tersebut.
C.
Audit internal
Audit internal merupakan suatu penilaian atas
keyakinan, independen,
obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan
meningkatkan operasi organisasi.
Ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang
sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses
manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola. Audit internal adalah katalis
untuk meningkatkan efektivitas
organisasi dan efisiensi dengan memberikan wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis
dan penilaian data dan proses bisnis. Dengan komitmen untuk integritas dan
akuntabilitas, audit internal yang memberikan nilai kepada mengatur badan dan manajemen
senior sebagai sumber tujuan saran independen. Profesional yang disebut auditor
internal yang digunakan oleh organisasi untuk melakukan kegiatan audit
internal.
Audit
keperawatan internal dilakukan oleh organisasi profesi di dalam institusi tempat
praktik keperawatan, audit keperawatan eksternal dilakukan oleh organisasi
profesi di luar institusi.Kebijakan audit medis di Rumah Sakit didasarkan pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 496/Menkes/SK/IV/2005
tanggal 5 April 2005 tentang Pedoman Audit Medis di RS, sedangkan untuk audit
keperawatan belum ada kebijakan yang mengatur.
Pelaksana
Audit Keperawatan di Rumah Sakit :
Ø
Tim pelaksana dapat merupakan tim atau
panitia yg dibentuk di bawah Komite Keperawatan atau panitia khusus untuk itu à
pelaksana audit keperawatan di RS dapat dilakukan oleh Komite Keperawatan, Sub
Komite (Panitia) Peningkatan Mutu Keperawatan atau Sub Komite (Panitia) Audit
Keperawatan
Ø
Pelaksana audit keperawatan wajib
melibatkan bagian rekam keperawatan
Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar & kriteria serta analisa hasil audit keperawatan
Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan standar & kriteria serta analisa hasil audit keperawatan
Ø
Apabila diperlukan dapat mengundang
konsultan tamu atau organisasi profesi terkait untuk melakukan analisa hasil
audit keperawatan & memberikan rekomendasi khusus
D.
Audit personalia
Audit manajemen personalia adalah perencanaan, pengembangan,
pembagian kompensasi, penginterprestasian, dan pemeliharaan tenaga keraja
dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat
(Ranupandojo dan Husnan, 2002).
Manajemen personalia adalah ilmu seni untuk melaksanakan
antara lain perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, sehingga efektivitas dan
efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam mencapai tujuan
(Nitisemito, 1996:143).
Tujuan Manajemen Personalia
Tujuan manajemen personalia berhubungan dengan tujuan
perusahaan secara umum. Hal ini dikarenakan manajemen perusahaan berusaha untuk
menimbulkan efisiensi dalam bidang tenaga kerja sebagai efisiensi keuntungan
dan kontinuitas.
Tujuan
manajemen personalia ada dua macam, yaitu (Manullang, 2001:165) :
1.
Production Minded (efisiensi dan daya guna);
2.
People Minded (Kerja sama).
Karena itu manajemen personalia ini menyangkut usaha untuk
menciptakan kondisi dimana setiap karyawan didorong untuk memberikan sumbangan
sebaik mungkin bagi majikannya, karena tidak dapat mengharapkan efisiensi yang
maksimal tanpa kerjasama yang penuh dari para karyawan.
Fungsi
Manajemen Personalia
1.
Perencanaan. Perencanaan berarti menentukan
program personalia yang akan membantu mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan. Tujuan ini memerlukan partisipasi aktif dari manajer personalia.
2.
Pengorganisasian. Jika perusahaan telah menentukan
fungsi-fungsi yang harus dijalankan oleh karyawannya, maka manajer personalia
harus membentuk organisasi dengan merancang susunan dari berbagai hubungan
antara jabatan personalia dan faktor-faktor fisik. Organisasi merupakan suatu
alat untuk mencapai tujuan.
3.
Pengarahan. Apabila manajer sudah mempunyai
rencana dan sudah mempunyai organisasi untuk melaksanakan rencana tersebut,
fungsi selanjutnya adalah mengadakan pengarahan terhadap pekerjaan. Fungsi itu
berarti mengusahakan agar karyawan bekerja sama secara efektif.
4.
Pengawasan. Pengawasan adalah mengamati dan
membandingkan pelaksanaan dengan rencana dan mengoreksinya apabila terjadi
penyimpangan. Dengan kata lain pengawasan adalah fungsi yang menyangkut masalah
pengaturan berbagai kegiatan sesui dengan rencana personalia yang dirumuskan
sebagi dasar analisis dari tujuan organisasi fundamental.
Fungsi
audit manajemen personalia secara operasionalnya terdiri dari :
1.
Pengadaan adalah menyediakan sejumlah
tertentu karyawan dan jenis keahlian yang diperlukan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Tujuan tersebut menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan tenaga
kerja, proses seleksi dan penempatan kerja.
2.
Pengembangan karyawan yang telah diperoleh
dengan malalui pelatihan dengan tujuan untuk mengembagkan ketrampilan.
3.
Pemberian
kompensasi adalah
pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap para karyawan sesuai dengan
sumbangan mereka dalam mencapai tujuan perusahaan.
4.
Pengintegrasian adalah menyangkut penyesuaian
keinginan dari individu dengan keungan pihak perusahaan dan masyarakat.
5.
Pemeliharaan adalah mempertahankan dan
meningkatkan kondisi yang telah ada.
E. . Keselamatan pasien
yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety)
adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang
lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen
risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar
dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Standar keselamatan pasien tersebut menurut
Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan
medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event),
dan nyaris terjadi (near miss). Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Komite Nasional
tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah koordinasi
direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada
Menteri.
Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1.
Hak
pasien
2.
Mendidik
pasien dan keluarga;
3.
Keselamatan
pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4.
Penggunaan
metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien;
5.
Peran
kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6.
Mendidik
staf tentang keselamatan pasien;dan
7.
Komunikasi
merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Dalam
rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1.
Membangun
kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2.
Memimpin
dan mendukung staf;
3.
Mengintegrasikan
aktivitas pengelolaan risiko;
4.
Mengembangkan
sistem pelaporan;
5.
Melibatkan
dan berkomunikasi dengan pasien;
6.
Belajar
dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien;dan
7.
Mencegah
cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
F.
Kepuasan
pasien
Pengukuran kepuasan pasien sendiri
merupakan tujuan akhir dari pendefinisian sebuah mutu atau kualitas pelayanan
keperawatan. Mutu pelayanan berbasis pada 5 aspek - aspek kualitas pelayanan
dengan menerapkan konsep kesenjangan, disebut SERVQUAL (Parasuraman dalam
Tjiptono, 2007). Lima aspek kualitas yang dimaksud yaitu:
1.
Tangibles (kenyataan/wujudnya) yang
meliputi: fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, pegawai dan sarana informasi/komunikasi.
2.
Reliability (kehandalan) adalah
kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,akurat dan
memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan.
3.
Responsiveness (daya tanggap) adalah
keinginan para karyawan dalam memberikan pelayanan yang tanggap.
4.
Assurance (jaminan) mencakup kemampuan,
pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pada karyawan,
bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki kompetensi, percaya diri dan
menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
5.
Emphaty (perhatian) adalah sifat dan
kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada pasien, kemudian dalam
melakukan kontak, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan pelanggan secara
individual.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pasien Menurut Budiastuti ( 2002 ), kepuasan pasien
terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain:
1.
Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil
evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
2.
Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan
penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas
jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai yang diharapkan.
3.
Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin
bahwa orang lain kagum terhadap pasien bila dalam hal ini pasien memilih
penyedia pelayanan yang terkenal mahal, dan merasa kurang puas jika ternyata
diberikan pelayanan secara gratis atau cuma- Cuma.
4.
Harga
Harga merupakan aspek penting,
namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien.
Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang
dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi
berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5.
Biaya
Mendapatkan produk atau jasa,
pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan
tersebut.
Sedangkan
Tjiptono (2007) menyatakan bahwa kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain, yaitu :
1.
Kinerja (performance)
Kinerja merupakan karakteristik
dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang
dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama
keperawatan dengan waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam
memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.
2.
Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan
(features)
Merupakan karakteristik sekunder
atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya :
kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.
3.
Keandalan (reliability)
Sejauhmana kemungkinan kecil akan
mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang
diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat
didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman
yang baik terhadap pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit.
4.
Kesesuaian dengan spesifikasi
(conformance to spesification)
Yaitu sejauh mana karakteristik
pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya
: standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.
5.
Daya tahan (durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam
penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi,
dan sebagainya.
6.
Service ability
Meliputi kecepatan, kompetensi,
serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat
dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan
pasien sewaktu-waktu.
7.
Estetika
Merupakan daya tarik rumah sakit
yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan
rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi
kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.
8.
Kualitas yang dipersepsikan (perceived
quality)
Citra dan reputasi rumah sakit
serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap
rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada
rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan
baik sejak pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.
G. Kenyamanan
Kenyamanan didefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh resipien berdasarkan
pengukuran kenyamanan.Ada tiga tipe kenyamanan (dorongan, ketentraman dan transcendence) serta empat konteks pengalaman (fisik,
psikospiritual, sosial dan lingkungan).
Tipe-tipe kenyamaman
didefiniskan sebagai berikut :
1.
Dorongan (relief): kondisi resipien yang membutuhkan
penanganan yang spesifik dan segera.
2.
Ketenteraman
(ease): kondisi yang tenteram atau
kepuasan hati.
3.
Transcendence: kondisi dimana individu mampu mengatasi masalahnya (nyeri).
Empat konteks kenyamanan
1.
Fisik :
berkaitan dengan sensasi jasmani.
2.
Psikospiritual
: berkaitan dengan kesadaran diri, internal diri, termasuk penghargaan, konsep
diri, seksual dan makna hidup; berhubungan dengan perintah yang terbesar atau
kepercayaan.
3.
Lingkungan :
berkaitan dengan keadaan sekitarnya, kondisi-kondisi, dan pengaruhnya.
4.
Sosial :
berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
Teori kenyamanan meliputi tiga tipe alasan logis:
1.
Induction
Induksi terjadi setelah terjadi proses generalisasi
dari pengamatan terhadap objek yang spesifik (Bishop & Hardin, 2006).
Ketika perawat mendalami tentang praktek keperawatan dan keperawatan sebagai
disiplin, perawat menjadi familiar dengan konsep implisit atau eksplisit, term, proposisi, dan asumsi yang mendukung praktik keperawatan.
2.
Deduction
Deduksi merupakan proses penyimpulan prinsip atau
premis yang bersifat general menjadi kesimpulan yang lebih spesifik (Bishop
& Hardin, 2006). Tahapan
deduktif dari perkembangan teori menghasilkan hubungan comfort dengan konsep lain untuk menghasilkan sebuah teori. Pendapat dari
ketiga theorist disertakan
dalam teori comfort, oleh
karena itu Kolcaba mencari bentuk dasar yang dibutuhkan untuk menyatukan ketiga
konsep dasar: relief, ease, dan transcendence. Sesuatu hal yang diinginkan adalah suatu
kerangka konsep general yang mampu menjelaskan comfort menjadi istilah yang lebih mudah dipahami
dan mengurangi tingkat abstraksinya (Tomey & Alligood, 2010).
3.
Retroduction
Retroduction
digunakan untuk menyeleksi fenomena yang
sesuai untuk dikembangkan lebih luas untuk kemudian diuji kembali. Tipe ini
diaplikasikan dalam area yang hanya memiliki beberapa teori (Bishop &
hardin, 2006).. Hasil yang diharapkan dari pemberian intervensi
keperawatan adalah diperolehnya kenyamanan pasien yang dapat dilihat dari
persepsi yang dikemukakan oleh pasien.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mutu
Pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta
diberikan sesuai standart dan etika profesi. Layanan kesehatan yang bermutu
sering dipersepsikan sebagai suatu layanan kesehatan yang di butuhkan, dalam
hal ini akan di tentukan oleh profesi layanan keshatan dan sekaligus di
inginkan oleh klien (individu) ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Layanan kesehatan sebagaimana juga mutu barang dan jasa
bersifat multidimensi.
B.
Saran
Adapun
saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mulai
menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan
manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama
manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien maupun
pasien sehingga dapat menjadi perawat yang professional.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional Edisi4. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam,
2015. Manajemen Keperawatan:
Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta:
Salemba Medika
Gillies,
D.A. 1994. Nursing Management, A
System Approach. Third Edition. Philadelphia : WB Saunders.
Wijono,
D. 2000. Manajemen
Mutu Pelayanan Kesehatan. Teori, Strategi
dan Aplikasi. Volume.1. Surabaya : Airlangga University Press.
7:06 AM
Student of Nurse
0 comments :
Post a Comment