BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Meningitis tergolong penyakit serius dan
bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan
menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental. Ada
tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe b, dan Niesseria meningitides. Dari ketiga
bakteri itu, Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri yang paling
sering menyerang bayi di bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang
diperlukan untuk menimbulkan gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek
yakni sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis
terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester
Royal Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen
pasien meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam.
Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur
koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi
pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh
anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.
Sebanyak
50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan
otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau
keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara
perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan meningitis?
2. Apa
saja etiologi pada meningitis?
3. Bagaimana
patofisiologi pada meningitis?
4. Apa
saja manifestasi klinis pada meningitis?
5. Bagaimana
WOC pada meningitis?
6. Bagaimana
pemeriksaan diagnostic pada meningitis?
7. Bagaimana
penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada meningitis?
8. Apa
saja data fokus yang perlu dikaji pada
kasus meningitis?
9. Apa
saja diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus meningitis?
10. Apa
saja NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus meningitis?
11. Apa
saja istilah atau kata sulit yang ada pada kasus kelompok dan jelaskan maksud
atau pengertian dari istilah/ kata sulit tersebut?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui definisi meningitis
2. Untuk
mengetahui etiologi pada meningitis
3. Untuk
mengetahui patofisiologi pada meningitis
4. Untuk
mengetahui manifestasi klinis pada meningitis
5. Untuk
mengetahui WOC pada meningitis
6. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostic pada meningitis
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada meningitis
8. Untuk
mengetahui data fokus yang perlu dikaji pada
kasus meningitis
9. Untuk
mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus meningitis
10. Untuk
mengetahui NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus meningitis
11. Untuk
mengetahui istilah atau kata sulit yang ada pada kasus meningitis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi yang
terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord.
Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab
lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999). Meningitis
adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer,
2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan
oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). Meningitis /
Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai
radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan
medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid
dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening
medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis
selalu merupakan suatu proses serebrospinal.(Harsono : 1996)
Meningitis adalah infeksi cairan otak
disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih
ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi
kapita selekta,1996). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
meningitis adalah suatu inflamasi meningen yang juga dapat menyebar ke
arakhonoid dan subarakhonoid pada otak dan spinal cord, yang disebabkan oleh
bakteri , virus jamur atau protozoa.
B.
Etiologi
Meningitis yang disebabkan oleh virus
umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang
spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi
serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar,
bahkan bisa menyebabkan kematian. Dikarenakan infeksi bakteri adalah yang
paling serius dan dapat mengancam jiwa, identifikasi sumber infeksi adalah
bagian penting dari perencanaan pengobatan. Sedangkan Meningitis disebabkan
oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami
kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.
a. Bacterial
meningitis (meningitis karena bakteri)
Acute bacterial meningitis biasanya
terjadi ketika bakteri masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke otak dan
tulang belakang. Tetapi juga dapat terjadi ketika bakteri secara langsung
menyerang membran, akibat dari infeksi telinga atau sinus atau kerusakan
tengkorak.
Beberapa
bakteri yang dapat menyebabkan acute bacterial meningitis secara umum antara
lain:
a) Streptococcus
pneumonia (pneumococcus). Bakteri ini paling umum menyebabkan meningitis pada
bayi, anak-anak dan orang dewasa. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan
infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
b) Neisseria
meningitis (meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak
setelah Streptococcus pneumoniae. Meningitis ini umumnya terjadi ketika bakteri
dari infeksi saluran pernapasan atas masuk ke dalam peredaran darah. Infeksi
ini sangat menular.
c) Haemophilus
influenzae (haemophilus). Sebelum tahun 1990an, bakteri haemophilus influenzae
tipe b (Hib) menjadi penyebab utama meningitis akibat bakteri pada anak-anak.
Pemberian vaksin Hib telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus
meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini. Meningitis jenis ini terjadi
cenderung berasal dari infeksi saluran pernapasan atas, infeksi telinga atau
sinusitis.
d) Listeria
monocytogenes (listeria). Bakteri ini dapat ditemukan hampir di manapun
diantaranya tanah, debu atau makanan yang terkontaminasi. Banyak hewan liar dan
ternak juga membawa bakteri ini.
Klien yang mempunyai kondisi seperti :
otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau
pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis. Selain itu juga dapat
terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, seperti : AIDS dan defisiensi
imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan
subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan
lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan
menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark.
b. Viral
meningitis (meningitis akibat virus)
Tipe dari meningitis ini sering disebut
aseptic meningitis. Viral meningitis biasanya ringan dan sering hilang dengan
sendirinya dalam dua minggu. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti : campak, mumps, herpes simplek
dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga
sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim
atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan
neurologic.
Eksudat
yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis
virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi
pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari
jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang
terlibat.
c. Chronic
meningitis
Bentuk meningitis kronis terjadi ketika
organisme menyerang membran dan cairan disekitar otak. Meskipun meningitis akut
menyerang secara tiba-tiba, meningitis kronis berkembang dalam dua minggu atau
lebih. Tanda dan gejala meningitis kronis serupa dengan meningitis akut.
Meningitis jenis ini langka.
d. Fungal
meningitis (meningitis akibat jamur)
Meningitis jenis ini relatif tidak biasa
dan menyebabkan meningitis kronis. Dapat menyerupai acute bacterial meningitis.
Cryptococcal meningitis adalah bentuk umum dari infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada mereka yang mengalami penurunan sistem imun, seperti
AIDS. Dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati. Gejala klinisnya
bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem
imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya
status mental.
e. Penyebab
lain meningitis :
Meningitis juga dapat disebabkan oleh
noninfeksi, seperti alergi obat, beberapa jenis kanker dan peradangan seperti
lupus.
Selain
itu ada pula factor – factor yang meningkatkan resiko meningitis, antara lain :
a) Faktor
risiko
Ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis, antara lain:
(a) Usia.
Banyak kasus meningitis terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
(b) Berada
pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak berlangsung sehingga
mempermudah penyebaran faktor penyebab meningitis, contohnya sekolah, kamp
militer, kampus, dsb
(c) Kehamilan.
Jika anda sedang hamil maka anda mengalami peningkatan listeriosis yaitu
infeksi yang disebabkan oleh bakteri listeria, yang juga menyebabkan
meningitis. Jika anda memiliki listeriosis, janin dalam kandungan anda juga memiliki
risiko yang sama.
(d) Bekerja
dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko listeria, yang juga dapat
menyebabkan meningitis.
(e) Memiliki
sistem imun yang lemah.
b) Faktor
predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
c) Faktor
maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
d) Faktor
imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e) Kelainan
sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem
persarafan
C.
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan
berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a. Meningitis
purulenta
Merupakan radang selaput otak ( aracnoid
dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non
spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada
orang dewasa.
Meningitis
purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara
hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis,
pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai
perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput
otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebab
meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza,
stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta
dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang
terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil,
nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan,
kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas )
sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih
khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti
kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput
otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap
rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan
mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat
dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
b. Meningitis
serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering
dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa
terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru
paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa
ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis
tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang
terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai
deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi
berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan
kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran
klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu
tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang
menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada
pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku
kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu
N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
D.
Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf
pusat secara hematogen / langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia,
bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di
peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis
media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok,
pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula
pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu
yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari
terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel
plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar
mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag.
Peradangan
menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi,
selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk
melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan,
atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia
meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses
radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino – purulen
menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII).
Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan
absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. (Harsono :
1996)
Mikroorganisme penyebab dapat masuk
mencapai membran meningen dengan berbagai cara antara lain :
a. Hematogen
atau limpatik
b. Perkontuinitatum
c. Retograd
melalui saraf perifer
d. Langsung
masuk cairan serebrospinal
Efek peradangan tersebut dapat mengenai
lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada diantara lapisan. Tidak jarang
pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-encephalitis.
Efek patologis yang terjadi antara lain :
a. Hyperemia
Meningens
b. Edema
jaringan otak
c. Eksudasi
Perubahan-perubahan
tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra kranial dan
hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih
sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal
juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses
otak. (Depkes : 1995)
E.
Manifestasi
Klinis
a. Pada
meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :
a) Gejala
infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena
rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala.
b) Gejala
peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala,
penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau
paralisis.
c) Gejala
rangsang meningeal yang ditandai dengan :
(a) rasa
nyeri pada leher dan punggung,
(b) Rigiditas
nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher.
(c) Tanda
kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
(d) Tanda
brudzinki positif : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu
sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
b. Pada
meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu :
a) Stadium
prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan
yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun, nyeri
kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah
langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan
langsung masuk ke stadium terminal.
b) Stadium
transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk,
tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan
kesadaran.
c) Stadium
terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai
koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya
meninggal.
c. Pada
viral meningitis (meningitis akibat virus) ditemukan tanda dan gejala : ruam,
radang tenggorokan, diare, nyeri sendi dan sakit kepala.
d. Pada
fungal meningitis (meningitis akibat jamur) ditemukan tanda dan gejala yang
bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi. Gejala klinisnya bisa disertai demam atau tidak, tetapi hampir semua
penderita ditemukan sakit kepala, nausea, muntah, penurunan status
mental, dan adanya ruam yang merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.
F.
WOC
G.
Pemeriksaan
Diagnostic
Pemeriksaan
laboratorium : Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis
adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien
dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk
jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan darah ini
terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai
normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa
darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa
cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis
kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Pemeriksaan radiografi : CT-Scan dapat
diindikasikan untuk mengevaluasi adanya
komplikasi dan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral
atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah.
a. Analisis
CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis
bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh (berkabut),
jumlah leukosit rendah, paling banyak polimorfonuklear
leukosit dan protein tinggi glukosarendah, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis
virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal atau agak sedikit
tinggi, SDP sedikit tinggi, paling banyak berisi leukosit
mononuklear kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur
khusus.
b. Glukosa
serum : meningkat (meningitis).
c. LDH
serum : meningkat (meningitis bakteri).
d. Sel
darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
e. Elektrolit
darah : abnormal.
f. ESR/LED
: meningkat pada meningitis.
g. Kultur
darah/hidung/tenggorokan/urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi, mungkin ditemukan septikemia.
h. MRI/
skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
i.
Ronsen dada/kepala/sinus ; mungkin ada
indikasi sumber infeksi intra kranial.
j.
JDL : Peningkatan leukosit.
k. Elektrolit
darah : Mungkin terganggu, natrium darah dipantau untuk mengkaji terhadap
sindrom ketidaktepatan hormon anti diuretik (SIADH).
l.
Kaku kuduk pada meningitis bisa
ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan
menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada
nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang
leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
m. Pada
pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi
atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
n. Arteriografi
karotis : Letak abses.
o. Pemeriksaan
darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai
normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
p. Perbandingan
kadar glukosa darah dengan kadar glukosa cairan otak : normalnya
kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien
meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
H.
Penatalaksanaan
Keperawatan Dan Medikamentosa
a. Farmakologis
a) Obat
anti inflamasi :
(a) Meningitis
tuberkulosa ;
Isoniazid 10 – 20
mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun.
Rifamfisin 10 – 15
mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
Streptomisin sulfat 20
– 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
(b) Meningitis
bacterial, umur < 2 bulan ;
Sefalosporin generasi
ke 3.
Ampisilina 150 – 200 mg
(400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
Koloramfenikol 50
mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
(c) Meningitis
bacterial, umur > 2 bulan ;
Ampisilina 150-200 mg
(400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
Sefalosforin generasi
ke 3.
b) Pengobatan
simtomatis :
(a) Diazepam
IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien
dilanjutkan dengan.
(b) Fenitoin
5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
(c) Turunkan
panas ;
Antipiretika :
parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM atau es.
c) Pengobatan
suportif :
(a) Cairan
intravena.
(b) Zat
asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50 %.
b. Perawatan
a) Pada
waktu kejang :
(a) Longgarkan
pakaian, bila perlu dibuka.
(b) Hisap
lender.
(c) Kosongkan
lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
(d) Hindarkan
penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b) Bila
penderita tidak sadar lama :
(a) Beri
makanan melalui sonda
(b) Cegah
dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering
mungkin
(c) Cegah
kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika
c) Pada
inkontinensia urine lakukan katerisasi, dan jika ada
inkontinensia alvi lakukan lavement.
d) Pemantauan
ketat : Tekanan darah, respirasi, nadi, produksi air kemih, dan faal
hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
c. Terapi
Anti Mikroba
a) Antibiotika
: Ampisilin/IV, 400 mg/kg BB/hari.
b) Khloramfenikol,
100 mg/kgBB/hari.
c) Mempertahankan
hidrasi optimal dengan pemberian cairan Dorrow glukosa secara intravena dengan
kekuatan tetesan :
50 cc/jam/diatas 20 kg
BB,
25 cc/jam/5-20 kg BB,
dan
10 cc/jam/kurang dari
25 kg BB.
d) Mencegah
dan mengobati komplikasi.
e) Mengontrol
kejang : Pemberian terapi anti epilepsi ;
Natrium
fenobarbital/parenteral dengan dosis awal 7 mg/kg BB,
Difenilhidantoin /IV,
5mg/kgBB/hari, dan
Diazepam(valium)/IV,
0,5 mg/kgBB.
f) Mengurangi
meningkatnya tekanan intra kranial.
g) Mengontrol
suhu badan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS
A. Pengkajian
1. Pengumpulan
data
a. Biodata
1) Nama :
2) Usia :
3) Alamat
4) Jenis
kelamin :
5) Pendidikan :
6) Agama :
7) Suku
bangsa :
8) Diagnosa
medis:
b. Riwayat
kesehatan :
1)
Keluhan utama :-
Hal yang sering menjadi
alasan pasien atau orang tua membawa anaknya ke rumah sakit adalah suhu badan
tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran
2)
Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian pasien
dengan meningitis biasanya keluhan berhubungan dengan akibat infeksi dan akibat
tekanan intrakranial seperti sakit kepala, demam juga kejang. Hal tersebut
harus dilakukan pengkajian lebih mendalam, seperti : baaimana sifat timbulnya,
stimulus yang sering menimbulkan keluhan, dan tindakan yang biasa diberikan
untuk menurunkan keluhan tersebut.
3)
Riwayat kesehatan dahulu
Perlu adanya pengkajian
terhadap riwayat penyakit yang pernah diderita pasien seperti infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, dan hemoglobinopatis, riwayat
trauma kepala, juga riwayat tindakan bedah saraf. Selain hal tersebut, perawat
perlu mengkaji pemakaian obat-obatan yang sering digunakan pasien seperti obat
kortikosteroid, jenis antiboitik dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antiboitik).
4)
Riwayat Kesehatan Keluarga/ keadaan
lingkungan tempat tinggal
Meningitis merupakan
suatu penyakit infeksi yang bisa disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
seperti bakteri, virus, dan jamur. Maka dari itu pada saat salah satu penduduk
di ligkungan padat penduduk/ anggota keluarga terkena infeksi meningitis maka
penyebaranpenyakit ini akan sangat cepat di populasi tersebut.
c. Data
biologis
1) Aktivitas
keluhan : Perasaan
tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia,
kelumpuhan, gerakan involunter.
2) Eliminasi
Keluhan : sering BAK
Tanda : Inkontinensi
dan atau retensi.
3) Makan
Keluhan : Kehilangan
nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia,
muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
4) Higiene
keluhan :
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
d.
Pemeriksaan Fisik
1)
Kesadaran : -
Pasien yang datang ke rumah sakit biasanya dalam keadaan
latergi, stupor, dan semikomatosa
2)
Tanda tanda vital
a)
Temperatur :-
Suhu
mengalami peningkatan lebih dari normal sekitar 38 – 41 oC
b)
Denyut nadi :
Denyut
nadi menurun sebaai tanda peningkatan tekanan intrakranial
c)
Respirasi :-
Peningkatan
frekuensi napas berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum
d)
Tekanan darah:-
Biasanya
normal atau meningkat berhubungan dengan tanda – tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
e)
Pemeriksaan menyeluruh
à
B1 (breathing)
Melihat
apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan alat bantu nafas,
dan peningkata frekuensi nafas. Auskultasi bunyi nafas, bunyi nafas tambahan
seperti ronchi pada meningitis tuberkulosa
à
B2 (blood)
Pengkajian
pada sistem cardiovascular, biasanya terdapat infeksi fulminating pada
meningitis meningokokus dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang
tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas),
syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata
à B3 (brain)
Pengkajian B3 (Brain) menilai
tingkat kesadaran dan status mental berdasarkan fungsi serebri. Kesadaran klien
meningitis biasanya berkisar pada tingkat lethargic, strupor dan semikomatosa.
à B4 (bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan
biasanya didapatkan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
à B5 (bowel)
Mual
sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrrisi pada
klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
à B6 (bone)
Adanya
bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan
kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang
berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah. Klien sering mengalami
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu
aktifitas hidup sehari-hari (ADL).
à Pemeriksaan saraf cranial
· Saraf I. Biasanya pada klien
meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
· Saraf II. Tes ketajaman penglihatan
pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
· Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan
fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah
mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan.
Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.
· Saraf V. Pada klien meningitis
umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
· Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam
batas normal, wajah simetris.
· Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya
tuli konduktif dan tuli persepsi.
· Saraf IX dan X. kemampuan menelan
baik.
· Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usuha dari klien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal).
· Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada
deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
à System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan
dan koordinasi pada meningitis tahap
lanjut mengalami perubahan.
à Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam,
pengetukan pada tendon, lagamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.
e.
Pemeriksaan penunjang
1)
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a)
Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring
terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi
kepala. (Harsono,2007)
b)
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring
terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian ekstensi
tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig
positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 1350
(kaki tidak dapat diekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya
diikuti rasa nyeri. (Harsono,2007)
c)
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I
(Brudzinski Leher)
Pasien berbaring
terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada leher. (Harsono,2007)
d)
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II
(Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring
terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
(Harsono,2007)
2)
Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a)
Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi menjadi dua golongan
yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
à
Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil
positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada
pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung
pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, serta
jaringan yang mati dan bakteri.
à
Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang
meninggi.
3)
Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan
kultur.
a)
Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b)
Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Di samping itu, pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
4)
Pemeriksaan Radiologis
a)
Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa
mastoid, sinus paranasal) dan foto dada.
b)
Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan
bila mungkin dilakukan CT Scan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan
dengan peningkatan tekanan intracranial
2. Infeksi
berhubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret
saluran pernapasan.
3. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran
C. Intervensi
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
keperawatan
|
Rasional
|
||||||
|
Tujuan
dan kriteria hasil
|
intervensi
|
|||||||
|
Ketidakefektifan
Perfusi jaringan perifer b.d peningkatan tekanan intracranial
|
Noc :
v Circulation status
v Tissue prefusion : cerebral
Kriteria hasil :
v Mendemostrasikan status sirkulasi
yang ditandai dengan :
v Tekanan sytole dandistole dalam
rentang ang diharapkan
v Tidak ada ortostatikhipertensi
v Tidak ada tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 menit )
v Mendemostrasikan kemampuan
kognitif yang ditndai dengan :
v Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
v Menunjukan perhatian , konsentrasi
dan orientasi
v Memprose informasi
v Membuat keputusan dengan benar
v Menunjukan fungsi sensori
Motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik ,
tidak ada gerakan gerakan involunter
|
1. Pertahankan tirah baring dengan
posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan
pungsi lumbal
2. Pantau catat status neorologis
dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS
3. Kaji adanya regiditas nkal, gemetar, kegelisahan yang
meningkat, peka rangsangan dan adanya serangan kejang
4. Pantau tanda vital
5. Pantau frekuensi irama jantung,
6. Pantau pernafasan catat pola irama
pernafsan
7. Pantau suhu dan juga atur suhu
lingkungan sesuai kebutuhan.batasi penggunaan selimut
8. Pantau masukan makanan dan
haluaran
9. bantu pasien untuk berkemih,
membatasi batuk, muntah mengejan, anajurkan pasien untuk mengeluarkan nafas
selma peregerakan atau perpindahan tempat tidur
10. berikan tindakan yang menimbulkan
rasa nyaman seperti massase punggung lingkungan yang tenang suara yang halus
dan sentuhan lembut
11. berikan waktu istirahat antara
aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut.
|
1. Perubahan tekanan CSS mungkin
merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan
medis
2. Pengkajian kecenderungan adanya
perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat
berguna dalam menentukan lokasi penyebaran
atau luasnya dan perkembangan dari keruskan serebra
3. Merupakan indikasi adanya iritasi
meningeal dan mungkin juga terjadi dalam periode akut atau penyembuhan dari
trauma otak
4. Normalnya, autoregulasi mampu
mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan sebgai dampak adanya
fluktasi pada teakanan darah sistematik
5. Perubahan pada frekuensi dan
disritma dapat terjadi, yang mencerminkan trauma atau tekanan batang otak
pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasar
6. Tipe dari pola pernafsan merupakan
tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK
7. Demam biasanya berhubungan dengan
proses inflamasi tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada
hipotalamus
8. Hipertermia meningkatkan
kehilangan air takkasatmata dan meningkatkan resiko dehidrasi
9. Aktivitas seperti ii akan
meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat menngkatkan TIK
10. Meningkatkan istirahat dan
menurunkan stimulus sensori yang berlebihan
11. Menecegah kelelalahn berlebihan
aktivitas yang dilakukan secara terus meenrus dapat meningkatkan TIK
12.
|
|||||
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
||||||
|
Infeksi
yang berhubungan dengan adanya patogen pada ciran serebrospinal dan saluran
pernafasan
|
Noc
:
v Immune
status
v Knowledge : infection control
v Risk control
Kriteria hasil :
v Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
v Mendeskripsikan proses penularan penyakit faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaanya
v menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v jumlah leukosit dalam batas normal
v menunjukan perilaku hidup sehat
|
1. Teliti adanya keluhan nyeri dada,
berkembangnya nadi yang tidak teratur disritmia atau demam yang terus menerus
2. Auskultasi suara nafas, pantau
kecepatan pernafasan dan usaha pernafsan
3. Ubah posisi pasien dengan teratur
dan ajnurkan untuk melakukan napas dalam
4. Catat karakteristik urine, earna,
kejernihan dan bau
5. Identifikasi kontak yang berisiko
terhadap perkembangan proses infeksi serebral dan anjurkan mereka untuk
meminta pengobatan
6. Berikan terapi antibiotika IV
sesuai indikasi
7. Siapkan indikasi pembedahan
|
1. Infeksi sekunder seperti
miokarditis dan perikarditis dapt berkembang dan memerlukan intervensi lajut
2. Adanya ronki , takipnea dan
peningkatan kerja pernafasan mungkin mencerminkan adanya sekret dengan resiko
terjadinya infeksi pernapasan
3. Memobilisasi sekret dan
meningkatkan kelancaran sekret yang akan menurunkan risisko terjadinya
komplikasi terhadap pernafsan
4. Urine statis dehidrasi dan
kelemahan umum meningkatkan risiko terhadap infeksi kandung kemih
5. Orang orang dengan kontak
pernafsan memerlukan terapi antibiotika profilaksis untuk mencegah penyebaran
infeksi
6. Obat yang terpilih tergantung pada
tipe dan sensitifita individu.
7. Mungkin memerlukan drainase dari
adanya abses otak atau penglepasan pirau ventrikel untuk mencegah ruptur
mengotrol penyebaran infeksi
|
|||||
|
|
|
|
||||||
|
|
|
|
||||||
|
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
|
Noc
:
v Respiratory status :ventilation
v Respiratory status :
v Airway patency
Kriterial
hasil :
v Memdemostrasiakan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih , tidak ada sianosis dan dyspeneu (mampu mengeluarkan sputum , mampu
bernafas dengan mudah , tidak ada pursed lips )
v Menunjukan jalan nafas yang paten ( klien tidak merasa
tercekik , irama nafas ,frekuensi pernafasan dalam rentang normal , tidak ada
suara nafas abnormal )
v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghabat jalan nafas
|
1. Tinggikan tempat tidur 30 derajat
2. Observasi frekuensi irama
pernafsan . Perhatikan penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, stridik dan
serak
3. Periksa mulut terhadap
pembengkakan, perubahan warna akumulasi sekret mulut atay darah
4. Perhatikan keluhan pasien akan peningkatan disfagia, batuk, nada
tinggi, mengi edema jringan wajah
5. Awasi tanda vital dan perubahan
mental
6. Auskultasi bunyi nafas
7. Berikan pelembab udara atau O2
dengan kantung wajah
8. Berikan antiemetik
9. Masukan pertahankan drein
|
1. Meningkatkan drainase sekresi dan
menurunkan terjadinya edema
2. Dapat mengindikasikan terjadinya
gagal pernapasan
3. Pemeriksaan hati hati diperlukan
karena pendarahan mungkin tersembunyi pembuangan material mempertahankan
kebersihan jalan nafas.
4. Dapat menindikasikan pemebengkakan
jaringan lunak pada faring posterior
5. Peninigkatan gelisah dapat
mengindikasikan terjadinya hipksia pengaruh terhadap pernafsan
6. Adanya rongki menunjukan sekret
tertahan, oksigenasi mmebutuhkan intervensi terhadap pernafsan
7. Menurunkan resiko muntah
regusgutasi dan aspirasi
8. Dignakan untuk mencegah muntah
regurasi dan aspirsi
9. Drainase pada area yang diperlukan
untuk evakuasi bila pembengkakan mempengaruhi jalan nafas.
|
|||||
D. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase
pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan
interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat
3. Keamanan
fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi
intervensi dan respon klien
(
Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
E. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus
di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan
lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada
tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan
tercapai
2. Tujuan
tercapai sebagian
3. Tujuan
tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Meningitis adalah radang membran
pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme,luka fisik,kanker,obat obatan tertentu. Sedangkan ensefalitis
adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Meskipun
penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir sama dan
khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu penatalaksanaannyapun
hampir sama, terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini
pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih
tentang penyakit meningitis dan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada
pasien dengan meningitis. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature
yang layak digunakan untuk mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
- Doenges,
Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
- Donna
D. (1999). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
- Harsono. (1996). Buku
Ajar Neurologi Klinis. Ed.I. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
- Kapita
Selekta Kedokteran FKUI. (1999). Jakarta : Media
Aesculapius.
- Long,
Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan.Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
- Smeltzer,
Suzanne C & Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung
Waluyo, dkk. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester. Ed.8. Jakarta : EGC.
- Nurarif,
amin Huda (2013) Nanda NIC NOC, Yogyakarta : MediAction
7:23 AM
Student of Nurse
0 comments :
Post a Comment