Thursday, September 6, 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental. Ada tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, dan Niesseria meningitides. Dari ketiga bakteri itu, Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang bayi di bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk menimbulkan gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek yakni sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut.
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan meningitis?
2.      Apa saja etiologi pada meningitis?
3.      Bagaimana patofisiologi pada meningitis?
4.      Apa saja manifestasi klinis pada meningitis?
5.      Bagaimana WOC pada meningitis?
6.      Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada meningitis?
7.      Bagaimana penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada meningitis?
8.      Apa saja data fokus yang perlu dikaji pada  kasus meningitis?
9.      Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus meningitis?
10.  Apa saja NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus meningitis?
11.  Apa saja istilah atau kata sulit yang ada pada kasus kelompok dan jelaskan maksud atau pengertian dari istilah/ kata sulit tersebut?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi meningitis
2.      Untuk mengetahui etiologi pada meningitis
3.      Untuk mengetahui patofisiologi pada meningitis
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada meningitis
5.      Untuk mengetahui WOC pada meningitis
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada meningitis
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada meningitis
8.      Untuk mengetahui data fokus yang perlu dikaji pada  kasus meningitis
9.      Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus meningitis
10.  Untuk mengetahui NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus meningitis
11.  Untuk mengetahui istilah atau kata sulit yang ada pada kasus meningitis



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999). Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.(Harsono : 1996)
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah suatu inflamasi meningen yang juga dapat menyebar ke arakhonoid dan subarakhonoid pada otak dan spinal cord, yang disebabkan oleh bakteri , virus jamur atau protozoa.
B.     Etiologi
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Dikarenakan infeksi bakteri adalah yang paling serius dan dapat mengancam jiwa, identifikasi sumber infeksi adalah bagian penting dari perencanaan pengobatan. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.
a.       Bacterial meningitis (meningitis karena bakteri)
Acute bacterial meningitis biasanya terjadi ketika bakteri masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke otak dan tulang belakang. Tetapi juga dapat terjadi ketika bakteri secara langsung menyerang membran, akibat dari infeksi telinga atau sinus atau kerusakan tengkorak.
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan acute bacterial meningitis secara umum antara lain:
a)      Streptococcus pneumonia (pneumococcus). Bakteri ini paling umum menyebabkan meningitis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
b)      Neisseria meningitis (meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae. Meningitis ini umumnya terjadi ketika bakteri dari infeksi saluran pernapasan atas masuk ke dalam peredaran darah. Infeksi ini sangat menular.
c)      Haemophilus influenzae (haemophilus). Sebelum tahun 1990an, bakteri haemophilus influenzae tipe b (Hib) menjadi penyebab utama meningitis akibat bakteri pada anak-anak. Pemberian vaksin Hib telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini. Meningitis jenis ini terjadi cenderung berasal dari infeksi saluran pernapasan atas, infeksi telinga atau sinusitis.
d)     Listeria monocytogenes (listeria). Bakteri ini dapat ditemukan hampir di manapun diantaranya tanah, debu atau makanan yang terkontaminasi. Banyak hewan liar dan ternak juga membawa bakteri ini.
Klien yang mempunyai kondisi seperti : otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis. Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, seperti : AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b.      Viral meningitis (meningitis akibat virus)
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Viral meningitis biasanya ringan dan sering hilang dengan sendirinya dalam dua minggu. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti : campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
c.       Chronic meningitis
Bentuk meningitis kronis terjadi ketika organisme menyerang membran dan cairan disekitar otak. Meskipun meningitis akut menyerang secara tiba-tiba, meningitis kronis berkembang dalam dua minggu atau lebih. Tanda dan gejala meningitis kronis serupa dengan meningitis akut. Meningitis jenis ini langka.
d.      Fungal meningitis (meningitis akibat jamur)
Meningitis jenis ini relatif tidak biasa dan menyebabkan meningitis kronis. Dapat menyerupai acute bacterial meningitis. Cryptococcal meningitis adalah bentuk umum dari infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada mereka yang mengalami penurunan sistem imun, seperti AIDS. Dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
e.       Penyebab lain meningitis :
Meningitis juga dapat disebabkan oleh noninfeksi, seperti alergi obat, beberapa jenis kanker dan peradangan seperti lupus.
Selain itu ada pula factor – factor yang meningkatkan resiko meningitis, antara lain :
a)      Faktor risiko
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis, antara lain:
(a)    Usia. Banyak kasus meningitis terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
(b)   Berada pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak berlangsung sehingga mempermudah penyebaran faktor penyebab meningitis, contohnya sekolah, kamp militer, kampus, dsb
(c)    Kehamilan. Jika anda sedang hamil maka anda mengalami peningkatan listeriosis yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri listeria, yang juga menyebabkan meningitis. Jika anda memiliki listeriosis, janin dalam kandungan anda juga memiliki risiko yang sama.
(d)   Bekerja dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko listeria, yang juga dapat menyebabkan meningitis.
(e)    Memiliki sistem imun yang lemah.
b)      Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan dengan wanita
c)      Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
d)     Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e)      Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan
C.    Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a.       Meningitis purulenta
Merupakan radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
b.      Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.

D.    Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
 Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi. 
 Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.  (Harsono : 1996)
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai cara antara lain : 
a.       Hematogen atau limpatik
b.      Perkontuinitatum
c.       Retograd melalui saraf perifer
d.      Langsung masuk cairan serebrospinal
Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :
a.       Hyperemia Meningens
b.      Edema jaringan otak
c.       Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)
E.     Manifestasi Klinis
a.       Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :
a)      Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala.
b)      Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau paralisis.
c)      Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan :
(a)     rasa nyeri pada leher dan punggung,
(b)   Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
(c)    Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
(d)    Tanda brudzinki positif : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
b.      Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu :
a)      Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal.
b)      Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan kesadaran.
c)      Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya meninggal.
c.       Pada viral meningitis (meningitis akibat virus) ditemukan tanda dan gejala : ruam, radang tenggorokan, diare, nyeri sendi dan sakit kepala.
d.      Pada fungal meningitis (meningitis akibat jamur) ditemukan tanda dan gejala yang bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bisa disertai demam atau tidak, tetapi hampir semua penderita  ditemukan sakit kepala, nausea, muntah, penurunan status mental, dan adanya ruam yang merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
F.     WOC
G.    Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Pemeriksaan radiografi : CT-Scan dapat diindikasikan untuk mengevaluasi adanya komplikasi  dan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
a.       Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)      Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh (berkabut), jumlah leukosit rendah, paling banyak polimorfonuklear leukosit dan protein tinggi glukosarendah, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b)      Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal atau agak sedikit tinggi, SDP sedikit tinggi, paling banyak berisi leukosit mononuklear kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
b.      Glukosa serum : meningkat (meningitis).
c.       LDH serum : meningkat (meningitis bakteri).
d.      Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).
e.       Elektrolit darah : abnormal.
f.       ESR/LED :  meningkat pada meningitis.
g.      Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi, mungkin ditemukan septikemia.
h.      MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
i.        Ronsen dada/kepala/sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
j.        JDL : Peningkatan leukosit.
k.      Elektrolit darah : Mungkin terganggu, natrium darah dipantau untuk mengkaji terhadap sindrom ketidaktepatan hormon anti diuretik (SIADH).
l.        Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
m.    Pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
n.      Arteriografi karotis : Letak abses.
o.      Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
p.      Perbandingan kadar glukosa darah dengan kadar glukosa cairan otak : normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

H.    Penatalaksanaan Keperawatan Dan Medikamentosa
a.       Farmakologis
a)      Obat anti inflamasi :
(a)    Meningitis tuberkulosa ;
Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun.
Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
(b)   Meningitis bacterial, umur < 2 bulan ;
Sefalosporin generasi ke 3.
Ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
(c)    Meningitis bacterial, umur > 2 bulan ;
Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
Sefalosforin generasi ke 3.
b)      Pengobatan simtomatis :
(a)    Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
(b)   Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
(c)    Turunkan panas ;
Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM atau es.
c)      Pengobatan suportif :
(a)    Cairan intravena.
(b)   Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50 %.
b.      Perawatan
a)      Pada waktu kejang :
(a)    Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
(b)   Hisap lender.
(c)    Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
(d)   Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b)      Bila penderita tidak sadar lama :
(a)    Beri makanan melalui sonda
(b)   Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin
(c)    Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika
c)      Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi, dan  jika ada inkontinensia alvi lakukan lavement.
d)     Pemantauan ketat : Tekanan darah, respirasi, nadi, produksi air kemih, dan faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
c.       Terapi Anti Mikroba
a)      Antibiotika : Ampisilin/IV, 400 mg/kg BB/hari.
b)      Khloramfenikol, 100 mg/kgBB/hari.
c)      Mempertahankan hidrasi optimal dengan pemberian cairan Dorrow glukosa secara intravena dengan kekuatan tetesan :
50 cc/jam/diatas 20 kg BB,
25 cc/jam/5-20 kg BB, dan
10 cc/jam/kurang dari 25 kg BB.
d)     Mencegah dan mengobati komplikasi.
e)      Mengontrol kejang : Pemberian terapi anti epilepsi ;
Natrium fenobarbital/parenteral  dengan dosis awal 7 mg/kg BB,
Difenilhidantoin /IV, 5mg/kgBB/hari, dan
Diazepam(valium)/IV, 0,5 mg/kgBB.
f)       Mengurangi meningkatnya  tekanan intra kranial.
g)      Mengontrol suhu badan



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS
A.  Pengkajian
1.    Pengumpulan data
a.   Biodata
1)   Nama                    :
2)   Usia                      :
3)   Alamat
4)   Jenis kelamin        :
5)   Pendidikan                       :
6)   Agama                  :
7)   Suku bangsa         :
8)   Diagnosa medis:
b.    Riwayat kesehatan    :
1)   Keluhan utama     :-
Hal yang sering menjadi alasan pasien atau orang tua membawa anaknya ke rumah sakit adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran
2)   Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian pasien dengan meningitis biasanya keluhan berhubungan dengan akibat infeksi dan akibat tekanan intrakranial seperti sakit kepala, demam juga kejang. Hal tersebut harus dilakukan pengkajian lebih mendalam, seperti : baaimana sifat timbulnya, stimulus yang sering menimbulkan keluhan, dan tindakan yang biasa diberikan untuk menurunkan keluhan tersebut.
3)   Riwayat kesehatan dahulu
Perlu adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit yang pernah diderita pasien seperti infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, dan hemoglobinopatis, riwayat trauma kepala, juga riwayat tindakan bedah saraf. Selain hal tersebut, perawat perlu mengkaji pemakaian obat-obatan yang sering digunakan pasien seperti obat kortikosteroid, jenis antiboitik dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antiboitik).
4)   Riwayat Kesehatan Keluarga/ keadaan lingkungan tempat tinggal
Meningitis merupakan suatu penyakit infeksi yang bisa disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Maka dari itu pada saat salah satu penduduk di ligkungan padat penduduk/ anggota keluarga terkena infeksi meningitis maka penyebaranpenyakit ini akan sangat cepat di populasi tersebut.
c.    Data biologis
1)   Aktivitas
keluhan : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
2)   Eliminasi
Keluhan : sering BAK
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
3)   Makan
Keluhan : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
4)   Higiene
keluhan : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
d.   Pemeriksaan Fisik
1)   Kesadaran : -
Pasien yang datang ke rumah sakit biasanya dalam keadaan latergi, stupor, dan semikomatosa
2)   Tanda tanda vital
a)    Temperatur :-
Suhu mengalami peningkatan lebih dari normal sekitar 38 – 41 oC


b)   Denyut nadi :
Denyut nadi menurun sebaai tanda peningkatan tekanan intrakranial
c)    Respirasi :-
Peningkatan frekuensi napas berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum
d)   Tekanan darah:-
Biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial.
e)    Pemeriksaan menyeluruh
à     B1 (breathing)
Melihat apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan alat bantu nafas, dan peningkata frekuensi nafas. Auskultasi bunyi nafas, bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada meningitis tuberkulosa
à     B2 (blood)
Pengkajian pada sistem cardiovascular, biasanya terdapat infeksi fulminating pada meningitis meningokokus dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata
à     B3 (brain)
Pengkajian B3 (Brain) menilai tingkat kesadaran dan status mental berdasarkan fungsi serebri. Kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat lethargic, strupor dan semikomatosa.
à     B4 (bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
à     B5 (bowel)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
à     B6 (bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL).
à     Pemeriksaan saraf cranial
·  Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
·  Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
·  Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia  atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
·  Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
·  Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
·  Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
·  Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.
·  Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usuha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal).
·  Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
à     System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap  lanjut mengalami perubahan.
à     Pemeriksaan refleks 
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks  patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks  Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

e.       Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a)      Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. (Harsono,2007)
b)      Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 1350 (kaki tidak dapat diekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. (Harsono,2007)
c)      Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. (Harsono,2007)
d)     Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral. (Harsono,2007)
2)      Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a)      Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
à        Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah) yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati dan bakteri.
à        Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
3)      Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur.
a)    Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b)   Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
4)      Pemeriksaan Radiologis
a)      Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal) dan foto dada.
b)      Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungkin dilakukan CT Scan.

B.  Diagnosa Keperawatan

1.    Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan  dengan peningkatan tekanan intracranial
2.    Infeksi berhubungan dengan adanya kuman patogen pada cairan serebrospinal dan sekret saluran pernapasan.
3.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran

C.   Intervensi
    Diagnosa Keperawatan
Rencana keperawatan
Rasional

Tujuan dan kriteria hasil
intervensi

Ketidakefektifan Perfusi jaringan perifer b.d peningkatan tekanan intracranial
Noc :
v  Circulation status
v  Tissue prefusion : cerebral
Kriteria hasil :
v  Mendemostrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
v  Tekanan sytole dandistole dalam rentang ang diharapkan
v  Tidak ada ortostatikhipertensi
v  Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 menit )
v  Mendemostrasikan kemampuan kognitif yang ditndai dengan :
v  Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
v  Menunjukan perhatian , konsentrasi dan orientasi
v  Memprose informasi
v  Membuat keputusan dengan benar
v  Menunjukan fungsi sensori
Motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik , tidak ada gerakan gerakan involunter

1.      Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
2.   Pantau catat status neorologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS


3.   Kaji adanya  regiditas nkal, gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsangan dan adanya serangan kejang
4.   Pantau tanda vital


5.   Pantau frekuensi irama jantung,


6.   Pantau pernafasan catat pola irama pernafsan

7.   Pantau suhu dan juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan.batasi penggunaan selimut
8.   Pantau masukan makanan dan haluaran

9.   bantu pasien untuk berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan, anajurkan pasien untuk mengeluarkan nafas selma peregerakan atau perpindahan tempat tidur
10. berikan tindakan yang menimbulkan rasa nyaman seperti massase punggung lingkungan yang tenang suara yang halus dan sentuhan lembut
11.  berikan waktu istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut.

1.   Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis

2.   Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi penyebaran  atau luasnya dan perkembangan dari keruskan serebra
3.   Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal dan mungkin juga terjadi dalam periode akut atau penyembuhan dari trauma otak
4.   Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan sebgai dampak adanya fluktasi pada teakanan darah sistematik
5.   Perubahan pada frekuensi dan disritma dapat terjadi, yang mencerminkan trauma atau tekanan batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasar
6.   Tipe dari pola pernafsan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK

7.   Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
8.   Hipertermia meningkatkan kehilangan air takkasatmata dan meningkatkan resiko dehidrasi
9.   Aktivitas seperti ii akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat menngkatkan TIK

10. Meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulus sensori yang berlebihan

11. Menecegah kelelalahn berlebihan aktivitas yang dilakukan secara terus meenrus dapat meningkatkan TIK
12.   









Infeksi yang berhubungan dengan adanya patogen pada ciran serebrospinal dan saluran pernafasan

Noc :
v  Immune status
v  Knowledge : infection control
v  Risk control
Kriteria hasil :
v  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
v  Mendeskripsikan proses penularan penyakit  faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaanya
v  menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v  jumlah leukosit dalam batas normal
v  menunjukan perilaku hidup sehat






1.    Teliti adanya keluhan nyeri dada, berkembangnya nadi yang tidak teratur disritmia atau demam yang terus menerus
2.    Auskultasi suara nafas, pantau kecepatan pernafasan dan usaha pernafsan

3.    Ubah posisi pasien dengan teratur dan ajnurkan untuk melakukan napas dalam


4.    Catat karakteristik urine, earna, kejernihan dan bau


5.    Identifikasi kontak yang berisiko terhadap perkembangan proses infeksi serebral dan anjurkan mereka untuk meminta pengobatan
6.    Berikan terapi antibiotika IV sesuai indikasi 

7.    Siapkan indikasi pembedahan
1.   Infeksi sekunder seperti miokarditis dan perikarditis dapt berkembang dan memerlukan intervensi lajut

2.   Adanya ronki , takipnea dan peningkatan kerja pernafasan mungkin mencerminkan adanya sekret dengan resiko terjadinya infeksi pernapasan
3.   Memobilisasi sekret dan meningkatkan kelancaran sekret yang akan menurunkan risisko terjadinya komplikasi terhadap pernafsan
4.   Urine statis dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan risiko terhadap infeksi kandung kemih
5.   Orang orang dengan kontak pernafsan memerlukan terapi antibiotika profilaksis untuk mencegah penyebaran infeksi


6.   Obat yang terpilih tergantung pada tipe dan sensitifita individu.
7.   Mungkin memerlukan drainase dari adanya abses otak atau penglepasan pirau ventrikel untuk mencegah ruptur mengotrol penyebaran infeksi








Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Noc :
v  Respiratory status :ventilation
v  Respiratory status :
v  Airway patency
Kriterial hasil :
v  Memdemostrasiakan batuk efektif dan suara nafas yang bersih , tidak ada sianosis dan dyspeneu (mampu mengeluarkan sputum , mampu bernafas dengan mudah , tidak ada pursed lips )
v  Menunjukan jalan nafas yang paten ( klien tidak merasa tercekik , irama nafas ,frekuensi pernafasan dalam rentang normal , tidak ada suara nafas abnormal )
v  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghabat jalan nafas

1.    Tinggikan tempat tidur 30 derajat
2.    Observasi frekuensi irama pernafsan . Perhatikan penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, stridik dan serak
3.    Periksa mulut terhadap pembengkakan, perubahan warna akumulasi sekret mulut atay darah
4.    Perhatikan keluhan pasien  akan peningkatan disfagia, batuk, nada tinggi, mengi edema jringan wajah
5.    Awasi tanda vital dan perubahan mental
6.    Auskultasi bunyi nafas


7.    Berikan pelembab udara atau O2 dengan kantung wajah
8.    Berikan antiemetik

9.    Masukan pertahankan drein
1.    Meningkatkan drainase sekresi dan menurunkan terjadinya edema
2.    Dapat mengindikasikan terjadinya gagal pernapasan

3.    Pemeriksaan hati hati diperlukan karena pendarahan mungkin tersembunyi pembuangan material mempertahankan kebersihan jalan nafas.
4.    Dapat menindikasikan pemebengkakan jaringan lunak pada faring posterior
5.    Peninigkatan gelisah dapat mengindikasikan terjadinya hipksia pengaruh terhadap pernafsan
6.    Adanya rongki menunjukan sekret tertahan, oksigenasi mmebutuhkan intervensi terhadap pernafsan
7.    Menurunkan resiko muntah regusgutasi dan aspirasi
8.    Dignakan untuk mencegah muntah regurasi dan aspirsi
9.    Drainase pada area yang diperlukan untuk evakuasi bila pembengkakan mempengaruhi jalan nafas.


D.  Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1.    Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2.    Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3.    Keamanan fisik  dan psikologia dilindungi
4.    Dokumentasi intervensi dan respon  klien
( Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
E.    Evaluasi
            Evaluasi merupakan langkah terakhir dari  proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
            Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai  suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1.    Tujuan tercapai
2.    Tujuan tercapai sebagian
3.    Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)


















BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme,luka fisik,kanker,obat obatan tertentu. Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir sama dan khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu penatalaksanaannyapun hampir sama, terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.

B.     Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang penyakit meningitis dan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk mahasiswa


DAFTAR PUSTAKA
  1. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
  2. Donna D. (1999). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.
  3. Harsono. (1996). Buku Ajar Neurologi Klinis. Ed.I. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
  4. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. (1999). Jakarta : Media Aesculapius.
  5. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
  6. Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo, dkk. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC.
  7. Nurarif, amin Huda (2013) Nanda NIC NOC, Yogyakarta : MediAction


0 comments :

Post a Comment