BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemajuan
jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap
profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional
tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yang
memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.MPKP sangat
bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami tugas dan tanggung
jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi
MPKP harus ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang
memadai.
Banyak
metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama 35 tahun terakhir
ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer,
praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap unit keperawatan mempunyaiupaya
untuk menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara
ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien
didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia,
Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan.
Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan
standart asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok
keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode
penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien
tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi
kerja.Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam,
yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen
perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien.
B.
Tujuan
penulisan
1.
Tujuan umum
Untuk
mengetahui lebih jelas mengenai Model Praktik Keperawatan Profesional.
2.
Tujuan
khusus
a. Mengetahui perubahan model praktek
keperawatan profesional keperawatan.
b. Mengetahui langkah-langkah model
praktek keperawatan profesional
c. Mengetahui panduan manajemen
keperawatan diruang MPKP
C. Manfaat
Penulisan
Hasil
penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai Model Praktek
Keperawatan Profesional.
D.
Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi
kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara
mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari
media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Berfikir kritis, Konsultasi dan Pengambilan
keputusan dalam manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
A. Perubahan Model Praktek Keperawatan
Profesional
Pelayanan keperawatan profesional merupakan
suatu bentuk pelayanan yang memberi
kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan
mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi
metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa
alasan sebagai berikut :
1.
Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang
merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
2.
Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Pada MPKP,
perawat
primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
3.
Pada metode keperawataan
primer, hubungan professional dapat ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
4.
Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi
keperawatan primer, setiap PP merawat 9-10
klien.
5.
Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang berbedabeda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah
tanggung jawabnya.
6.
Metode tim tidak digunakan
secara murni karena pada metode
ini tanggung jawab terhadap
asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang
diberikan.
B. Langkah-langkah MPKP
1. Tahap
Persiapan
Pada tahap persiapan
penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006):
a.
Pembentukan Tim
Jika MPKP akan
diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai tempat proses belajar bagi
mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari institusi yang
berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakankegiatan kolaborasi antara
pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang
koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari
institusi pendidikan. (Sitorus, 2006).
b.
Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan
keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi noksomial.
(Sitorus, 2006).
c.
Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan
presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen, staf
keperawatan,
dan staf lain yang terlibat.
Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat implementasi MPKP akan dilaksanakan.
(Sitorus, 2006).
d.
Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
1)
Mayoritas tenaga perawat merupakan staf
baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan
sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang kerangka kerja MPKP.
2)
Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya
ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta
dan
1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi
perawat dari ruang rawat lain.
e.
Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah
tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan
dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan menghitung jumlah klien derdasarkan
derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu,
minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2006).
f.
Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode
pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
adalah
metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa
jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006):
1)
Kepala ruang rawat
2)
Clinical care manager
3)
Perawat primer
4)
Perawat asosiet
g.
Pengembangan Standar rencana asuhan
Keperawatan
Pengembangan standar
renpra bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis,
sehingga waktu yang tersedia lebih banyak
dilakukan untukmelakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar
renpra menunjukan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan
konsep dan teori keperwatan
yang kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus,2006).
h.
Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra,
format dokumentasi keperawatan lain yang
diperlukan
adalah (Sitorus, 2006) :
1)
Format pengkajian awal keperawatan
2)
Format implementasi tindakan keperawatan
3)
Format kardex
4)
Format catatan perkembangan
5)
Format daftar infuse termasuk instruksi
atau pesanan dokter
6)
Format laporan pergantian shif
7)
Resume perawatan
8)
Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang
dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang
rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
1)
Badge atau kartu nama tim
2)
Badge atau kartu nama tim merupakan
kartu identitas tim yang berisinama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan
pertama kali saat melakukan kontrak dengan
klien/keluarga.
3)
Papan MPKP
Papan MPKP berisi
darfat nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta dokter
yang merawat klien.
2.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan
MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,2006):
i.
Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP
diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
j.
Memberi bimbingan kepada perawat primer
(PP) dalam melakukankonferensi.
Konferensi merupakan
pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi
dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi
sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga
dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
k.
Memberi bimbingan kepada perawat primer
(PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan
bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan
setiap
hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus,2006).
l.
Memberi bimbingan kepada PP dalam
memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra
merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan
tindakan yang direncenakan mengacu pada
standar tersebut. (Sitorus, 2006).
m. Memberi
bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat
dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara
perawat dan klien
dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
n.
Memberi bimbingan kepada PP dalam
melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur
diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat
lebih mempelajari kasus yang ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
o.
Memberi bimbingan kepada Critical Care
Manager (CCM) dalam membimbing
PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap
PP dan PA dalam melakukan implementasi
MPKP
dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan
buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi
sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur
gilirannya untuk memberikan bimbingan
kepada
PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan
lagi. (Sitorus, 2006).
p.
Memberi bimbingan kepada tim tentang
dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan
menjadi bukti tanggung jawab perawat
kepada
klien. Oleh karena itu, pengisian dokumentasi secara tepat
menjadi penting.
3.
Tahap Evaluasi
a.
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen evaluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses
dilakukan oleh CCM dua kali dalam
seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah-masalah yang ditemukan dan
dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evaluasi hasil (outcome) dapat
dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
1)
Memberikan instrumen evaluasi kepuasan
klien/keluarga untuk setiap klien pulang.
2)
Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap
standar yang dinilai berdasarkan dokumentasi.
3)
Penilaian infeksi nosokomial (biasanya
ditetapkan per ruang rawat).
4)
Penilaian rata-rata lama hari rawat.
4.
Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan
struktur dan proses (sistem) pemberian
asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai
dengan implementasi substansi keilmuan
keperawatan.
Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatankarena sudah ada
sistem yang tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
a.
MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP
tingkat I.
Pada tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b.
MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP
tingkat II.
Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar
PP dapat memberikan asuhan keperawatan
berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis
yang akan berperan sebagai CCM. Oleh
karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c.
MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi
MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan. Perawat diharapkan
lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan.
(Sitorus,2006)
C. Panduan Manajemen Keperawatan
diruang MPKP
1.
Rencana harian kepala ruangan
Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh perawat sesuai dengan perannya masing-masing yang dibuat dalam setiap
shift. Isi kegiatan disesuaikan dengan fungsi dan peran perawat. Rencana harian
dibuat sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan dan pre
conference.
a. Rencana
harian kepala ruangan
1)
Asuhan keperawatan
2)
Supervisi katim dan perawat
pelaksana
3)
Supervisi tenaga selain perawat dan
kerjasama dengan unit lain yang terkait
b.
Rencana harian ketua tim
1)
Penyelenggaraan asuhan keperawatan
pasien kepada tim yang menjadi tanggung jawabnya
2)
Melakukan supervisi perawat
pelaksana
3)
Kolaborasi dengan dokter atau tim
kesehatan yang lain
4)
Alokasi pasien sesuai perawat yang
dinas
c.
Rencana harian perawat pelaksana
Isi rencana harian pelaksana adalah tindakan
keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat pada shift dinasnya. Rencana
harian perawat pelaksana shift sore dan malam agak berbeda jika hanya 1 orang
dalam 1 tim maka perawat tersebut berperan sebagai ketua tim dan perawat
pelaksana sehingga tidak ada kegiatan pre dan post conference.
d.
Penilaian rencana harian perawat
Setiap ketua tim mempunyai instrumen rencana harian
perawat setiap harinya. Pada akhir bulan dapat dihitung presentasi pembuatan
rencana harian masing-masing perawat.
2.
Rencana mingguan kepala ruangan
a.
Rencana bulanan Kepala Ruangan
Setiap akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi
hasil keempat pilar atau nilai MPKP dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut
kepala ruangan akan membuat rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatan
kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan Karu adalah:
1)
Membuat jadwal dan memimpin case
conference
2)
Membuat jadwal dan memimpin
pendidikan kesehatan kelompok keluarga
3)
Membuat jadwal dinas
4)
Membuat jadwal dan memimpin rapat
bulanan perawat
5)
Melakukan jadwal dan memimpin rapat
tim kesehatan
6)
Membuat jadwal supervisi dan
penilaian kinerja ketua tim dan perawat pelaksana
7)
Melakukan audit dokumentasi
8)
Membuat laporan bulanan
b.
Rencana bulanan ketua tim
Setiap akhir
bulan ketua tim melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan
ditimnya. Kegiatan-kegiatan yang mencakup rencana bulanan katim adalah:
1)
Mempresentasikan kasus dalam case
conference
2)
Memimpin pendidikan kesehatan
kelompok keluarga
3)
Melakukan supervisi perawat
pelaksana
3.
Peningkatan
Kemampuan Kepemimpinan Kepala Ruangan/Manajer
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional
adalah mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan
kesempatan kepada para perawat untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga Diharapkan
pada akhir tahun
2002, semua pendidikan perawat yang
ada di rumah sakit sudah
memenuhi kriteria minimal
sebagai perawat profesional (lulusan DIII keperawatan) dan
pada tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat
berpendidikan Ners.
Pada saat
ini pelbagai upaya
untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesional memang
sedang dilakukan. Caranya
adalah dengan mengkonversi pendidikan SPK ke
jenjang Akademi Keperawatan dan
dari lulusan Akademi
Keperawatan diharapkan dapat
melanjutkan ke jenjang
Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka menambah
jumlah lulusan perawat
profesional tingkat sarjana,
perlu upaya penambahan
jumlah dan kualitas Pendidikan
Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu diadakan penataan system regulasi
pendidikan keperawatan, agar
institusi penyelenggaraan
program endidikan Ners memperhatikan
kualitas lulusannya.
Penataan mendasar
yang harus dipersiapkan dalam
menghadapi tuntutan kebutuhan mencakup hal-hal berikut:
1. Penyusunan kompetensi
sesuai dengan standar
Pendidikan Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi dan ICN
(International Council of Nursing).
2. Penyusunan
kurikulum institusional berdasarkan kurikulum nasional (yang ada) terdiri atas dua tahap, yaitu
tahap program akademik dan keprofesian
sebagai kurikulum institusi.
3. Menjabarkan kurikulum institusi
ke dalam Garis
Besar Program Pengajaran dan
silabi (rancangan pembelajaran).
4. Mengembangkan
staf akademik terutama dalam bidang–bidang kelompok Ilmu Keperawatan
Dasar, Kelompok Ilmu
Keperawatan Komunitas, dan
Kelompok Ilmu Keperawatan
Klinik (anak, maternitas,
medikal–bedah, dan jiwa).
5. Mengembangkan sarana dan
prasarana pendidikan, termasuk
tempat praktik klinik dan
komunitas keperawatan.
6. Mengembangkan
organisasi pengelolaan di institusi pendidikan.
7. Mengembangkan
sistem pengendalian dan pembinaan PSIK/FIK.
Reformasi pendidikan keperawatan bagi perawat
practicioners difokuskan pada perubahan pemahaman pemberian asuhan
keperawatan secara profesional dengan didasarkan standar praktik keperawatan
dan etik keperawatan . Tujuan
peningkatan pendidikan tersebut
berguna bagi perawat dalam mempersiapkan diri sebagai
seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien di RS/Komunitas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pelayanan keperawatan profesional merupakan
suatu bentuk pelayanan yang memberi
kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan
mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan
pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi
metode tim dan metode keperawatan primer).Adapun langkah langkah dalam Model
Praktek Keperawatan Profesional meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi dan tahap lanjut.
B.
Saran
Seorang
calon perawat dan seorang perawat diharapkan mampu memahami konsep MPKP
dan sehingga dapat menerapkan konsep tersebut ke dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan
saat bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursalam,
2006, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional, Ed 2, SM, Jakarta.
2.
Ratna Sitorus, 2005, Model Praktek
Keperawatan Profesional di Rumah Sakit,. EGC, Jakarta
3.
Nursalam
(2007), Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Proffesional.
Jakarta : Salemba Medika
4.
Sitorus,
R, Yulia (2006). Model Praktik
Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem)
Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
5.
http://scribd.com/model-praktek-keperawatan-profesional
diakses pada Jumat, 06 Maret 2016, Pukul 16.58 WIB
7:09 AM
Student of Nurse
0 comments :
Post a Comment