Thursday, September 6, 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk memberikan  pelayanan yang berkualitas dan profesional tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut.MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.
Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama 35 tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap unit keperawatan mempunyaiupaya untuk menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia, Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan. Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan standart asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien.





B.       Tujuan penulisan
1.         Tujuan umum
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai Model Praktik Keperawatan Profesional.
2.         Tujuan khusus
a.    Mengetahui perubahan model praktek keperawatan profesional keperawatan.
b.    Mengetahui langkah-langkah model praktek keperawatan profesional
c.    Mengetahui panduan manajemen keperawatan diruang MPKP

C.      Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai Model Praktek Keperawatan Profesional.

D.      Metode Penulisan
Metode  yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Berfikir kritis, Konsultasi dan Pengambilan keputusan dalam manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan.

















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Perubahan Model Praktek Keperawatan Profesional
Pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan yang memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
1.    Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
2.    Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP, perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
3.    Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
4.    Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer, setiap PP merawat 9-10 klien.
5.    Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang berbedabeda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
6.    Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.


B.  Langkah-langkah MPKP
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006):
a.    Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakankegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2006).
b.    Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
c.    Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit, departemen, staf keperawatan, dan staf lain yang terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
d.   Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
1)      Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang kerangka kerja MPKP.
2)      Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari ruang rawat lain.
e.    Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan menghitung jumlah klien derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2006).
f.     Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006):
1)      Kepala ruang rawat
2)      Clinical care manager
3)      Perawat primer
4)      Perawat asosiet
g.    Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untukmelakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus,2006).
h.    Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
1)      Format pengkajian awal keperawatan
2)      Format implementasi tindakan keperawatan
3)      Format kardex
4)      Format catatan perkembangan
5)      Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
6)      Format laporan pergantian shif
7)      Resume perawatan
8)      Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
1)        Badge atau kartu nama tim
2)        Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisinama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali saat melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
3)        Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta dokter yang merawat klien.

2.      Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,2006):
i.      Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang sudah ditentukan.
j.      Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukankonferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
k.    Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus,2006).
l.      Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada standar tersebut. (Sitorus, 2006).
m.  Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
n.    Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
o.    Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
p.    Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada klien. Oleh karena itu, pengisian dokumentasi secara tepat menjadi penting.

3.      Tahap Evaluasi
a.    Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini masalah-masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evaluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
1)   Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien pulang.
2)   Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan dokumentasi.
3)   Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
4)   Penilaian rata-rata lama hari rawat.

4.      Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatankarena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
a.    MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I.
Pada tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b.    MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II.
Pada MPKP tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c.    MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III.
Pada tingkat ini perawat dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan. (Sitorus,2006)

C.  Panduan Manajemen Keperawatan diruang MPKP
1.    Rencana harian kepala ruangan
Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya masing-masing yang dibuat dalam setiap shift. Isi kegiatan disesuaikan dengan fungsi dan peran perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan dan pre conference.
a.    Rencana harian kepala ruangan
1)   Asuhan keperawatan
2)   Supervisi katim dan perawat pelaksana
3)   Supervisi tenaga selain perawat dan kerjasama dengan unit lain yang terkait
b.    Rencana harian ketua tim
1)   Penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien kepada tim yang menjadi tanggung jawabnya
2)   Melakukan supervisi perawat pelaksana
3)   Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan yang lain
4)   Alokasi pasien sesuai perawat yang dinas
c.    Rencana harian perawat pelaksana
Isi rencana harian pelaksana adalah tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat pada shift dinasnya. Rencana harian perawat pelaksana shift sore dan malam agak berbeda jika hanya 1 orang dalam 1 tim maka perawat tersebut berperan sebagai ketua tim dan perawat pelaksana sehingga tidak ada kegiatan pre dan post conference.
d.   Penilaian rencana harian perawat
Setiap ketua tim mempunyai instrumen rencana harian perawat setiap harinya. Pada akhir bulan dapat dihitung presentasi pembuatan rencana harian masing-masing perawat.

2.    Rencana mingguan kepala ruangan
a.    Rencana bulanan Kepala Ruangan
Setiap akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil keempat pilar atau nilai MPKP dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatan kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan Karu adalah:
1)   Membuat jadwal dan memimpin case conference
2)   Membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
3)   Membuat jadwal dinas
4)   Membuat jadwal dan memimpin rapat bulanan perawat
5)   Melakukan jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan
6)   Membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim dan perawat pelaksana
7)   Melakukan audit dokumentasi
8)   Membuat laporan bulanan
b.    Rencana bulanan ketua tim
Setiap akhir bulan ketua tim melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan ditimnya. Kegiatan-kegiatan yang mencakup rencana bulanan katim adalah:
1)   Mempresentasikan kasus dalam case conference
2)   Memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
3)   Melakukan supervisi perawat pelaksana

3.    Peningkatan Kemampuan Kepemimpinan Kepala Ruangan/Manajer
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional   adalah mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan kesempatan  kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga  Diharapkan     pada  akhir  tahun   2002,  semua pendidikan perawat yang   ada  di  rumah sakit  sudah   memenuhi     kriteria  minimal   sebagai   perawat   profesional (lulusan DIII keperawatan) dan pada tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat  berpendidikan Ners.
Pada    saat  ini  pelbagai  upaya   untuk   lebih  mengembangkan pendidikan  keperawatan profesional   memang   sedang   dilakukan. Caranya    adalah   dengan  mengkonversi      pendidikan SPK   ke   jenjang  Akademi     Keperawatan      dan  dari lulusan Akademi Keperawatan diharapkan     dapat   melanjutkan     ke   jenjang  Program pendidikan Ners (S1 Keperawatan). Dalam rangka menambah jumlah  lulusan   perawat   profesional   tingkat   sarjana,   perlu   upaya   penambahan   jumlah  dan kualitas Pendidikan Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu diadakan  penataan system regulasi     pendidikan      keperawatan,       agar     institusi  penyelenggaraan program  endidikan Ners memperhatikan kualitas lulusannya.

Penataan   mendasar   yang  harus   dipersiapkan   dalam   menghadapi   tuntutan  kebutuhan mencakup hal-hal berikut:
1.    Penyusunan   kompetensi   sesuai   dengan   standar   Pendidikan   Keperawatan         Indonesia, Organisasi Profesi dan ICN (International Council of Nursing).
2.    Penyusunan kurikulum institusional berdasarkan kurikulum nasional (yang         ada) terdiri atas dua tahap, yaitu tahap program akademik dan keprofesian  sebagai kurikulum institusi.
3.    Menjabarkan       kurikulum     institusi  ke   dalam     Garis   Besar    Program Pengajaran dan silabi (rancangan pembelajaran).
4.    Mengembangkan staf akademik terutama dalam bidang–bidang kelompok Ilmu   Keperawatan   Dasar,   Kelompok   Ilmu   Keperawatan   Komunitas,   dan   Kelompok   Ilmu   Keperawatan   Klinik   (anak,   maternitas,   medikal–bedah, dan jiwa).
5.    Mengembangkan         sarana   dan   prasarana    pendidikan,    termasuk    tempat         praktik klinik dan komunitas keperawatan.
6.    Mengembangkan organisasi pengelolaan di institusi pendidikan.
7.    Mengembangkan sistem pengendalian dan pembinaan PSIK/FIK.
Reformasi pendidikan keperawatan bagi perawat practicioners  difokuskan  pada perubahan pemahaman pemberian asuhan keperawatan secara profesional dengan didasarkan standar praktik keperawatan dan  etik keperawatan .   Tujuan   peningkatan     pendidikan    tersebut  berguna    bagi  perawat dalam mempersiapkan diri sebagai seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan keperawatan kepada pasien di RS/Komunitas.   



















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan yang memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer).Adapun langkah langkah dalam Model Praktek Keperawatan Profesional meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tahap lanjut.

B.       Saran
Seorang calon perawat dan seorang perawat diharapkan mampu memahami konsep MPKP dan  sehingga dapat menerapkan konsep tersebut ke dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan saat bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Nursalam, 2006, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional, Ed 2, SM, Jakarta.
2.      Ratna Sitorus, 2005, Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit,. EGC, Jakarta
3.      Nursalam (2007), Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Proffesional. Jakarta : Salemba Medika
4.      Sitorus, R, Yulia (2006).  Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

0 comments :

Post a Comment