Thursday, September 6, 2018


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Definisi Meningitis
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).
Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
B.     Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
1.      Elastisitas dinding aorta menurun
2.      Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3.      Kemampuan jantung memompa darah menurun
4.      1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
5.      Kehilangan elastisitas pembuluh darah
6.      Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
7.      Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2.      Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a.     Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b.     Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c.     Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
2.      Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi   adalah :
a.     Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
b.     Kegemukan atau makan berlebihan
c.     Stress
d.     Merokok
e.     Minum alkohol
f.      Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )-
Penyebab hipertensi sekunder adalah :

a.    Ginjal
b.     Glomerulonefritis
c.    Pielonefritis
d.   Nekrosis tubular akut
e.    Tumor
f.     Vascular
g.     Aterosklerosis
h.    Hiperplasia
i.      Trombosis
j.      Aneurisma
k.    Emboli kolestrol
l.      Vaskulitis
m.  Kelainan endokrin
n.    DM
o.    Hipertiroidisme
p.    Hipotiroidisme
q.    Saraf
r.     Stroke
s.     Ensepalitis
t.     SGB
u.    Obat – obatan
v.    Kontrasepsi oral
w.  Kortikosteroid


C.    Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

D.    Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1.    Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2.    Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1.     Mengeluh sakit kepala, pusing
2.     Lemas, kelelahan
3.     Sesak nafas
4.     Gelisah
5.     Mual
6.     Muntah
7.     Epistaksis
8.     Kesadaran menurun

E.     WOC
Terlampir
F.     Pemeriksaan Diagnostic
a.       Hemoglobin / hematokrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b.      BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa
c.       Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
d.      Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e.       Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
f.       Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g.      Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
h.      Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
i.        Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
j.        Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
k.      Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l.        IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
m.    Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
n.      CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
o.      EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

G.    Penatalaksanaan Keperawatan Dan Medikamentosa
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
            a.    Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
            1.    Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
        Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
        Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
        Penurunan berat badan
        Penurunan asupan etanol
        Menghentikan merokok
            2.    Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu

            3.    Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
  Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
  Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
            4.    Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
            5.   Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
     1.    Step 1 Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
     2.    Step 2 Alternatif yang bisa diberikan :
a. Dosis obat pertama dinaikkan
b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
            3.    Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
a.     Obat ke-2 diganti
b.    Ditambah obat ke-3 jenis lain
            4.    Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
                    Ditambah obat ke-3 dan ke-4






BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMATOUID ARTHRITIS

A.  Pengkajian
1. Data Umum :
a.    Kepala keluarga
b.    Komposisi keluarga
c.    Genogram
d.   Tipe keluarga
e.    Suku bangsa
f.     Status sosial-ekonomi
g.    Aktivitas rekreasi keluarga

2. Riwayat Perkembangan Keluarga :
a.    Tahap perkembangan keluarga saat ini
b.    Tugas perkembangan keluarga
c.    Tahap perkembangan yang belum terpenuhi
d.   Riwayat keluarga inti
e.    Riwayat keluarga sebelumnya

3. Data Lingkungan :
a.    Karakteristik rumah
b.    Karateristik tetangga dan komunitas
c.    Mobilitas geografis keluarga
d.   Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e.    Sistem pendukung keluarga

4. Struktur Keluarga :
a.  Struktur peran
b.  Nilai dan norma keluarga
c.  Pola komunikasi keluarga
d. Struktur kekuatan keluarga

5. Fungsi Keluarga :
a.    Fungsi afektif
b.    Fungsi sosial
c.    Fungsi ekonomi
d.   Fungsi perawatan kesehatan keluarga :
e.    Kemampuan mengenal masalah
f.     Kemampuan keluarga mengambil keputusan
g.    Kemampuan keluarga merawat keluarga yang sakit
h.    Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah
i.      Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan

6. Stress dan Koping Keluarga :
a.    Stress jangka pendek
b.    Stress jangka panjang
c.    Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
d.   Strategi koping yang digunakan
e.    Strategi adaptasi fungsional

7. Harapan Keluarga
a.    Terhadap masalah kesehatan
b.    Terhadap petugas ksehatan

8. Pemeriksaan Fisik
 A. Head to Toe
Kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, thorak, abdomen, genetalia, ekstremitas, integumen, status neurologi.
           B. Kebutuhan Dasar Manusia
a.    Nutrisi
b.    Eleminasi
c.    Tidur dan istirahat
d.   Gerak dan aktivitas
e.    Rasa aman dan nyaman
f.     Personal hygiene
  C.  Data – Data yang Dapat Ditemukan
1.    Aktivitas / istirahat
  Gejala :
  Kelemahan
  Letih
  Napas pendek
  Gaya hidup monoton
Tanda :
  Frekuensi jantung meningkat
  Perubahan irama jantung
  Takipnea

2.    Sirkulasi
 Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler
  Tanda :
  Kenaikan TD
  Nadi : denyutan jelas
  Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
  Bunyi jantung : murmur
  Distensi vena jugularis



3.    Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat

4.    Integritas Ego
  Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
  Letupan suasana hati
  Gelisah
  Penyempitan kontinue perhatian
  Tangisan yang meledak
  otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
  Peningkatan pola bicara

5.    Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )

6.    Makanan / Cairan
  Gejala :
  Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
  Mual
  Muntah
  Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
  BB normal atau obesitas
  Edema
  Kongesti vena
  Peningkatan JVP
  Glikosuria

7.    Neurosensori
 Gejala :
  Keluhan pusing / pening, sakit kepala
  Episode kebas
  Kelemahan pada satu sisi tubuh
  Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
  Episode epistaksis
Tanda :
  Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
  Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
  Perubahan retinal optik

8.    Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
  nyeri hilang timbul pada tungkai
  sakit kepala oksipital berat
  nyeri abdomen

9.    Pernapasan
Gejala :
  Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
  Takipnea
  Ortopnea
  Dispnea nocturnal proksimal
  Batuk dengan atau tanpa sputum
  Riwayat merokok
Tanda :
  Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
  Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
  Sianosis

10. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
11. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
  Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
  Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
  Penggunaan obat / alkohol

B.  Diagnosa dan Intervensi  Keperawatan
1.       Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
  Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
  Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
  Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1)        Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2)        Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3)        Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4)        Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5)        Catat edema umum
6)        Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
7)        Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
8)        Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9)        Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.
10)     Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11)     Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12)     Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
13)     Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2.  Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
  Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
  Pasien tampak nyaman
  TTV dalam batas normal
Intervensi :
1)    Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2)    Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3)    Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4)    Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5)    Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
6)    Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
7)    Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium )
3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
  Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
  Haluaran urin 30 ml/ menit
  Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1)        Pertahankan tirah baring
2)        Tinggikan kepala tempat tidur
3)        Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
4)        Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5)        Amati adanya hipotensi mendadak
6)        Ukur masukan dan pengeluaran
7)        Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
8)        Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

C.  Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1.    Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2.    Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3.    Keamanan fisik  dan psikologia dilindungi
4.    Dokumentasi intervensi dan respon  klien
( Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
D.   Evaluasi
            Evaluasi merupakan langkah terakhir dari  proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
            Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai  suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1.    Tujuan tercapai
2.    Tujuan tercapai sebagian
3.    Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)


0 comments :

Post a Comment