Thursday, September 6, 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Benigna Prostat Hipertropi?
2.      Apa saja etiologi pada Benigna Prostat Hipertropi?
3.      Bagaimana patofisiologi pada Benigna Prostat Hipertropi
4.      Apa saja manifestasi klinis pada Benigna Prostat Hipertropi?
5.      Bagaimana WOC pada Benigna Prostat Hipertropi?
6.      Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada Benigna Prostat Hipertropi
7.      Bagaimana penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Benigna Prostat Hipertropi?
8.      Apa saja data fokus yang perlu dikaji pada  kasus Benigna Prostat Hipertropi?
9.      Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus Benigna Prostat Hipertropi?
10.  Apa saja NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus Benigna Prostat Hipertropi?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Benigna Prostat Hipertropi
2.      Untuk mengetahui etiologi pada Benigna Prostat Hipertropi
3.      Untuk mengetahui patofisiologi pada Benigna Prostat Hipertropi
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Benigna Prostat Hipertropi
5.      Untuk mengetahui WOC pada Benigna Prostat Hipertropi
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Benigna Prostat Hipertropi
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Benigna Prostat Hipertropi
8.      Untuk mengetahui data fokus yang perlu dikaji pada  kasus Benigna Prostat Hipertropi
9.      Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus Benigna Prostat Hipertropi
10.  Untuk mengetahui NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus Benigna Prostat Hipertropi
11.  Untuk mengetahui istilah atau kata sulit yang ada pada kasus Benigna Prostat Hipertropi


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi Benigna Prostat Hipertropi
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).

B.     Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1.    Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2.    Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3.    Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4.    Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.    Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

C.    Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).

D.    Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.    Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
a.    Frekuensiyaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari nocturia dan pada siang hari.
b.    Nokturia,  terbangun untuk miksi pada malam hari
c.    Urgensi  perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
d.   (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
a.    Rasa tidak lampias sehabis miksi.
b.    Hesitancy, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
c.    Straining harus mengejan
d.   Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2.    Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3.    Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal
4.    warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat  (4) derajat gradiasi sebagai berikut :
Derajat
Colok Dubur
Sisa Volume Urine
I
II

III
IV
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba
< 50 ml
50 – 100 ml

> 100 ml
Retensi urine total

Pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a.    bingung
b.    agitasi
c.    anoreksia
d.   mual
e.    muntah


E.     WOC

F.     Komplikasi
1.       Retensi Urine
2.      Perdarahan
3.      Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4.      Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5.      Hidroureter
6.      Hidronefrosis
7.      Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8.      Hipertensi, Uremia
9.      Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10.  Gagal ginjal

G.    Pemeriksaan Diagnostic

1.    Laboratorium
a.    Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
b.    Radiologis
c.    Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
d.   Prostatektomi Retro Pubis
e.    Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
f.     rostatektomi Parineal
g.    Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
a.    Prostatektomy
h.    merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
                                         
H.    Penatalaksanaan Keperawatan Dan Medikamentosa

1.    Non Operatif
a.    Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b.    Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c.    Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d.   Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e.    Pemasangan kateter.
2.    Operatif
a.    Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a.    TUR (Trans Uretral Resection)
b.    STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c.    Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d.   Prostatectomy Perineal
3.      Terapi medikamentosa
a.    Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b.    Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c.    Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
4.      Terapi bedah
a.    TURP
b.    TUIP
c.    Prostatektomi terbuka
5.      Terapi invasif minimal
a.    TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b.    Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c.    High Intensity Focus Ultrasound
d.   Ablasi jarum trans uretra
e.    Stent Prostat




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS
A.  Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
a.    Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b.    Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c.    Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1.    Pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2.    Penggunaan alat-alat bantu
3.    Penggunaan obat-obatan.
d.      Pola Aktivitas
1.    pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2.    pembatasan gerak
3.    alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e.       Pola Istirahat – Tidur
1.    Pola tidur dan istirahat
2.    Persepsi, kualitas, kuantitas
3.    Penggunaan obat-obatan.
f.       Pola Kognitif – Perseptual
1.    Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2.    Kemampuan bahasa
3.    Kemampuan membuat keputusan
4.    Ingatan
5.    Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g.      Pola persepsi dan konsep diri
1.    Yang menggambarkan:
2.    Body image
3.    Identitas diri
4.    Harga diri
5.    Peran diri
6.    Ideal diri.     
h.      Pola peran – hubungan sosial
1.    Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2.    Masalah keluarga dan masyarakat
3.    Peran tanggung jawab.
i.        Pola koping toleransi stress
1.    Penyebab stress`
2.    Kemampuan mengendalikan stress
3.    Pengetahuan tentang toleransi stress
4.    Tingkat toleransi stress
5.    Strategi menghadapi stress.
j.        Pola seksual dan reproduksi
1.    Masalah seksual
2.    Pendidikan seksual.
k.      Pola nilai dan kepercayaan
1.    Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2.    Realisasi dalam kesehariannya.

Data subyektif :
1.      Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
2.      Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
3.      Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
4.      Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
1.    Terdapat luka insisi
2.    Takikardi
3.    Gelisah
4.    Tekanan darah meningkat
5.    Ekspresi w ajah ketakutan
6.    Terpasang kateter

B.  Diagnosa Keperawatan

1.    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2.    Gangguan  Mobilitas Fisik, berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat invasive
3.    Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi













C.   Intervensi
No
Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
01/07/08
1.    Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
oNyeri berkurang sampai hilang atau dapat dikontrol, dengan kriteria hasil:
oklien dapat melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
oklien dapat menunjukan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu
oklien dapat riles, istirahat dengan tepat
o  Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri (skala 1 – 5)





o  Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Prtahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
o  Berikan pasien informasi akurat tentang kateter, drainase serta keadaan luka operasi.
o  Berikan tindakan kenyamanan (beri posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi).
o  Koaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

§  Nyeri tajam, intermiten dengan dorongan berkemih/ passase urine sekitar kateter menunjukan spasme kandung kemih. Nyeri pada luka operasi yang tak kunjung hilang, dapat merupakan tanda adanya inflamasi.
§  Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resikoditensi/ spasme andung kemih.

§  Infomasi yang akurat dapat mencegah ansietas yang dapat memperberat nyeri dan meningkatan kerjasama klien.
o  Menurunan tegangan otot, memfokuskan perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
o  Analgetik dapat membantu mengurangi nyeri.
2
Gangguan  Mobilitas Fisik, berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat invasive, ditandai dengan:
DS
o  Mobilitas fisik kembali normal, dengan kriteria hasil:
-       klien dapat berespon secara positif terhadap tindakan perawtan diri
-       klien dapat meningkatkan aktifitas dan ambulasi sehari-hari
o  - klien dapat menunjukan tanda-tanda nyeri bekurang, yang dapat membantu klien dalam beraktifitas dan mobilisasi.
o  Ubah/ atur posisi dengan sering (miring kiri, miring kanan, menaikan kepala tempat tidur atau tidur terlentang)
o  Bantu dalam ambulasi, bila dibutuhkan
o  Bantu klien dalam pemenuhan kebuthan klien (personal hygiene, nutrisi dan cairan, istirahat dan tidur, kebutuhan perawatan)
o  Anjurkan klien untuk istirahat setelah melakukan aktifitas.

o  5. Anjurkan keluarga untuk membantu/ menemani klien saat klien melakukan aktifitas.
o  Meningkatkan supali oksigen dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan.
o  Mencegah terjadinya cedera.

o  Membantu memenuhi kebutuhan klien




4. Meningkatkan istirahat, untuk menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan dan aktifitas selanjutnya.
5. Melibatkan keluarga untuk perawatan, membantu meningkatkan kepercayaan diri klien yang dapat membantu untuk proses pemulihan.
3
01/07/08
Resiko Tinggi Infeksi, berhubungan dengan adanya luka operasi prostatektomi dan terpasngnya alat-alat invasive, ditandai dengan:
DS:

-



o    tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil:
-            klien dapat menunjukan pencapaian pemulihan luka tepat waktu/ secara optimal
-            klien dapat menunjukan tanda-tanda luka kering
-            luka bebas dari drainase purulen/ eritema atau hemoragi
o    - bebas dari tanda-tanda infeksi (panas, bengkak, merah, nyeri, kehilangan fungsi)
o  Pantau kadaan umum klien, observasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu tubuh.









o  Kaji luka terhadap tanda-tanda infeksi (panas, bengkak, merah, nyeri, kehilangan fungsi)
o  Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi.
o  Pertahankan perawatan luka septic, pertahankan balutan kering.

o  5.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian


D.  Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1.    Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2.    Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3.    Keamanan fisik  dan psikologia dilindungi
4.    Dokumentasi intervensi dan respon  klien
( Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
E.    Evaluasi
            Evaluasi merupakan langkah terakhir dari  proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
            Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai  suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1.    Tujuan tercapai
2.    Tujuan tercapai sebagian
3.    Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)






BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B.     Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang penyakit benigna prostat hipertropi dan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan benigna prostat hipertropi. Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk mahasiswa


DAFTAR PUSTAKA
1.    Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Jakarta, Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.
2.    Long, B.C., 1996.  Perawatan  Medikal  Bedah : Suatu  Pendekatan  Proses  Keperawatan. Jakarta,  Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.
3.    Lab / UPF  Ilmu  Bedah, 1994.  Pedoman  Diagnosis  Dan  Terapi. Surabaya, Fakultas  Kedokteran  Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
4.    Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
5.    Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.


0 comments :

Post a Comment