BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang
terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yangmendesak jaringan prostat
yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.Prostat adalah jaringan
fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr,
didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior
difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh
diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir padaverumontanum pada dasar
uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksternaProses
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul
sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi
lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadiretensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis
dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu penting bagi perawat untuk
mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan
asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) beserta keluarganya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Benigna Prostat Hipertropi?
2. Apa
saja etiologi pada Benigna Prostat Hipertropi?
3. Bagaimana
patofisiologi pada Benigna Prostat Hipertropi
4. Apa
saja manifestasi klinis pada Benigna Prostat Hipertropi?
5. Bagaimana
WOC pada Benigna Prostat Hipertropi?
6. Bagaimana
pemeriksaan diagnostic pada Benigna Prostat Hipertropi
7. Bagaimana
penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Benigna Prostat Hipertropi?
8. Apa
saja data fokus yang perlu dikaji pada
kasus Benigna Prostat Hipertropi?
9. Apa
saja diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus Benigna Prostat
Hipertropi?
10. Apa
saja NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus Benigna Prostat
Hipertropi?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui Benigna Prostat Hipertropi
2. Untuk
mengetahui etiologi pada Benigna Prostat Hipertropi
3. Untuk
mengetahui patofisiologi pada Benigna Prostat Hipertropi
4. Untuk
mengetahui manifestasi klinis pada Benigna Prostat Hipertropi
5. Untuk
mengetahui WOC pada Benigna Prostat Hipertropi
6. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Benigna Prostat Hipertropi
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Benigna Prostat
Hipertropi
8. Untuk
mengetahui data fokus yang perlu dikaji pada
kasus Benigna Prostat Hipertropi
9. Untuk
mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus Benigna Prostat
Hipertropi
10. Untuk
mengetahui NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus Benigna Prostat
Hipertropi
11. Untuk
mengetahui istilah atau kata sulit yang ada pada kasus Benigna Prostat
Hipertropi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Benigna Prostat Hipertropi
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran
atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke
dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya
tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian
(sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak
menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna
hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar
periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi
beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan
fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).Hiperplasia prostat benigna
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua
dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan
aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
B.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai
sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung
pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH
adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan
5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan
keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses
penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi
stroma – epitel
Peningkatan
epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming
growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya
sel yang mati
5. Teori sel
stem
Teori sel
steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi
berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat
mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
C.
Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan
keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya
penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA
sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi
hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk
dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
D.
Manifestasi
Klinis
Obstruksi
prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada
saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
a. Frekuensiyaitu
penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
nocturia dan pada siang hari.
b. Nokturia,
terbangun untuk miksi pada malam hari
c. Urgensi
perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
d. (disuria).nyeri
pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
a. Rasa tidak
lampias sehabis miksi.
b. Hesitancy,
yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
c. Straining
harus mengejan
d. Intermittency
yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan
otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan
inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang
secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada
saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada
saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang
selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan
tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3. Gejala di
luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya
hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal
4. warna urin
merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik
hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat gradiasi
sebagai berikut :
|
Derajat
|
Colok Dubur
|
Sisa Volume Urine
|
|
I
II
III
IV
|
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah
dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba
|
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
Retensi urine total
|
Pada pasien post operasi BPH,
mempunyai tanda dan gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b.
Peningkatan nadi
c. Tekanan
darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit
lembab
f.
Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah
kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air
secara dini:
a.
bingung
b. agitasi
c. anoreksia
d. mual
e. muntah
E.
WOC
F.
Komplikasi
1.
Retensi
Urine
2.
Perdarahan
3.
Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4.
Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5.
Hidroureter
6.
Hidronefrosis
7.
Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8.
Hipertensi, Uremia
9.
Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal
G.
Pemeriksaan
Diagnostic
1. Laboratorium
a. Meliputi
ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
b. Radiologis
c. Intravena
pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos
abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS =
Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
d. Prostatektomi
Retro Pubis
e. Pembuatan
insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan
jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula
prostat.
f. rostatektomi
Parineal
g. Yaitu
pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
a. Prostatektomy
h. merupakan
tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong
uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan retensi
urinaria akut.
H.
Penatalaksanaan
Keperawatan Dan Medikamentosa
1. Non Operatif
a. Pembesaran
hormon estrogen & progesteron
b. Massase
prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan
tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum
obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e.
Pemasangan kateter.
2. Operatif
a. Indikasi :
terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a. TUR (Trans
Uretral Resection)
b. STP
(Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic
Extravesical Prostatectomy)
d.
Prostatectomy Perineal
3. Terapi
medikamentosa
a. Penghambat
adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat
enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara
lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa
repelus.
4. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi
terbuka
5. Terapi
invasif minimal
a. TUMT (Trans
Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi
balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity
Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum
trans uretra
e.
Stent Prostat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGITIS
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut
GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna
prostat hipertrophy.
a.
Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan
pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi
kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan,
hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha
preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b.
Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk
kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya,
kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan.
Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan
penyembuhan.
c.
Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1.
Pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2.
Penggunaan alat-alat bantu
3.
Penggunaan obat-obatan.
d. Pola
Aktivitas
1. pola
aktivitas, latihan dan rekreasi
2. pembatasan
gerak
3. alat bantu
yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola
Istirahat – Tidur
1.
Pola tidur dan istirahat
2.
Persepsi, kualitas, kuantitas
3. Penggunaan
obat-obatan.
f. Pola
Kognitif – Perseptual
1.
Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2.
Kemampuan bahasa
3.
Kemampuan membuat keputusan
4.
Ingatan
5.
Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola
persepsi dan konsep diri
1.
Yang menggambarkan:
2.
Body image
3.
Identitas diri
4.
Harga diri
5.
Peran diri
6.
Ideal diri.
h. Pola peran –
hubungan sosial
1.
Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2.
Masalah keluarga dan masyarakat
3.
Peran tanggung jawab.
i.
Pola koping toleransi stress
1.
Penyebab stress`
2.
Kemampuan mengendalikan stress
3.
Pengetahuan tentang toleransi stress
4.
Tingkat toleransi stress
5.
Strategi menghadapi stress.
j.
Pola seksual dan reproduksi
1.
Masalah seksual
2.
Pendidikan seksual.
k. Pola nilai
dan kepercayaan
1.
Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2.
Realisasi dalam kesehariannya.
Data
subyektif :
1. Pasien
mengeluh sakit pada luka insisi.
2. Pasien
mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
3. Pasien
selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
4. Pasien
mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
1. Terdapat
luka insisi
2. Takikardi
3. Gelisah
4. Tekanan
darah meningkat
5. Ekspresi w
ajah ketakutan
6. Terpasang
kateter
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2. Gangguan Mobilitas Fisik,
berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat invasive
3. Potensial
terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui
kateterisasi
C. Intervensi
|
No
|
Tanggal
|
Diagnosa Keperawatan
|
Perencanaan Keperawatan
|
||
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
|
1
|
01/07/08
|
1. Gangguan
rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
|
oNyeri berkurang sampai hilang atau dapat dikontrol, dengan kriteria
hasil:
oklien dapat melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
oklien dapat menunjukan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktifitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu
oklien dapat riles, istirahat dengan tepat
|
o
Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas nyeri (skala 1 – 5)
o
Pertahankan patensi kateter dan sistem
drainase. Prtahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
o
Berikan pasien informasi akurat
tentang kateter, drainase serta keadaan luka operasi.
o
Berikan tindakan kenyamanan (beri
posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi).
o
Koaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
|
§
Nyeri tajam, intermiten dengan
dorongan berkemih/ passase urine sekitar kateter menunjukan spasme kandung
kemih. Nyeri pada luka operasi yang tak kunjung hilang, dapat merupakan tanda
adanya inflamasi.
§
Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan resikoditensi/ spasme andung kemih.
§
Infomasi yang akurat dapat mencegah
ansietas yang dapat memperberat nyeri dan meningkatan kerjasama klien.
o
Menurunan tegangan otot, memfokuskan
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
o
Analgetik dapat membantu mengurangi
nyeri.
|
|
2
|
Gangguan Mobilitas Fisik,
berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat invasive, ditandai
dengan:
DS
|
o
Mobilitas fisik kembali normal, dengan
kriteria hasil:
-
klien dapat berespon secara positif
terhadap tindakan perawtan diri
-
klien dapat meningkatkan aktifitas dan
ambulasi sehari-hari
o
- klien dapat menunjukan tanda-tanda
nyeri bekurang, yang dapat membantu klien dalam beraktifitas dan mobilisasi.
|
o
Ubah/ atur posisi dengan sering
(miring kiri, miring kanan, menaikan kepala tempat tidur atau tidur
terlentang)
o
Bantu dalam ambulasi, bila dibutuhkan
o
Bantu klien dalam pemenuhan kebuthan
klien (personal hygiene, nutrisi dan cairan, istirahat dan tidur, kebutuhan
perawatan)
o
Anjurkan klien untuk istirahat setelah
melakukan aktifitas.
o
5. Anjurkan keluarga untuk membantu/
menemani klien saat klien melakukan aktifitas.
|
o
Meningkatkan supali oksigen dan
meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk mencegah terjadinya kerusakan
jaringan.
o
Mencegah terjadinya cedera.
o
Membantu memenuhi kebutuhan klien
4. Meningkatkan istirahat, untuk
menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan dan aktifitas
selanjutnya.
5. Melibatkan keluarga untuk
perawatan, membantu meningkatkan kepercayaan diri klien yang dapat membantu
untuk proses pemulihan.
|
|
|
3
|
01/07/08
|
Resiko Tinggi Infeksi, berhubungan dengan adanya luka operasi
prostatektomi dan terpasngnya alat-alat invasive, ditandai dengan:
DS:
-
|
o
tidak terjadi infeksi, dengan kriteria
hasil:
-
klien dapat menunjukan pencapaian
pemulihan luka tepat waktu/ secara optimal
-
klien dapat menunjukan tanda-tanda
luka kering
-
luka bebas dari drainase purulen/
eritema atau hemoragi
o
- bebas dari tanda-tanda infeksi
(panas, bengkak, merah, nyeri, kehilangan fungsi)
|
o
Pantau kadaan umum klien, observasi
tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu tubuh.
o
Kaji luka terhadap tanda-tanda infeksi
(panas, bengkak, merah, nyeri, kehilangan fungsi)
o
Observasi penyatuan luka, karakter
drainase, adanya inflamasi.
o
Pertahankan perawatan luka septic,
pertahankan balutan kering.
o
5. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian
|
|
D. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase
pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan
interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat
3. Keamanan
fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi
intervensi dan respon klien
(
Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
E. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus
di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan
lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada
tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan
tercapai
2. Tujuan
tercapai sebagian
3. Tujuan
tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran
atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke
dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis
dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat
karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi
kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi
gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia
of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum
dipakai.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini
pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih
tentang penyakit benigna prostat hipertropi dan bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada pasien dengan benigna prostat hipertropi. Semoga makalah ini
dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan untuk mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
1.
Doenges, M.E.,
Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
2.
Long, B.C.,
1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu
Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
3.
Lab / UPF Ilmu
Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan
Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr.
Soetomo.
4. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna
Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya
5. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. FKUI. Jakarta.
7:24 AM
Student of Nurse
0 comments :
Post a Comment