BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut Badan Kesehatan Dunia sebanyak 100-150 juta
penduduk dunia adalah penyandang asma, dan jumlah itu terus bertambah sebanyak
180.000 orang tiap tahun. Sejumlah informasi seperti di Kanada pada tahun 2003,
asma merupakan penyebab hilangnya 24,5 juta hari kerja.Rata-rata jumlah pasien
perhari berkisar 25 orang. Sebagian besar adalah kelompok lanjut usia.
Peralihan musim hujan ke kemarau membuat penderita asma meningkat, khususnya
pada kelompok lanjut usia saat peralihan. Udara di malam hari sangat dingin
sehingga faktor pencetus asma berubah menjadi manifestasi.
Berbagai macam penyakit kardiovaskuler akan
bermunculan seiring dengan penuaan sistem kardiovaskuler, salah satunya adalah
“hipertensi”.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).
Menuruti Stanley (2007), Hipertensi merupakan faktor
risiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler.Untuk itu hipertensi
harus diwaspadai secara dini, agar tidak muncul berbagai macam penyakit
kardiovaskuler yang tentunya dapat berbahaya bagi manusia itu sendiri. Semakin
dini diketahui dan diatasi semakin rendah risiko untuk terserang berbagai
penyakit sistem kardiovaskuler.
Angka kematian angina pectoris tergolong rendah
tetapi penyakit ini suatu masalah yang harus diatasi karena dapat menimbulkan
beberapa komplikasi seperti nyeri dada, sesak napas dan perasaan lelah. Apabila
komplikasi ini tidak segera diatasi dapat mempengaruhi serangan infark miokard
yang dapat mempercepat kematian. Peran perawat dalam penanganan masalah
angina pectoris tergantung pada kerja sam yang baik antara perawat, pasien, dan
keluarga. Maka perawatan pada penderita yang dapat diberikan secara
komprehensif yaitu dengan membatasi aktifitas untuk mengurang kerja jantung dan
mengurangi rasa nyeri. Selain itu tindakan lainnya dapat berupa pengaturan pola
makan, mengurangi merokok dan stress emosional.
Angka kematian angina
pectoris tergolong rendah tetapi penyakit ini suatu masalah yang harus diatasi
karena dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti nyeri dada, sesak napas
dan perasaan lelah. Apabila komplikasi ini tidak segera diatasi dapat
mempengaruhi serangan infark miokard yang dapat mempercepat kematian. Peran
perawat dalam penanganan masalah angina pectoris tergantung pada kerja sam yang
baik antara perawat, pasien, dan keluarga. Maka perawatan pada penderita yang
dapat diberikan secara komprehensif yaitu dengan membatasi aktifitas untuk
mengurang kerja jantung dan mengurangi rasa nyeri. Selain itu tindakan lainnya
dapat berupa pengaturan pola makan, mengurangi merokok dan stress emosional.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Asma, Hipertensi, dan Angina ?
2. Apa
saja etiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
3. Bagaimana
patofisiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
4. Apa
saja manifestasi klinis pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
5. Bagaimana
WOC pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
6. Bagaimana
pemeriksaan diagnostic pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
7. Bagaimana
penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
8. Apa
saja data fokus yang perlu dikaji pada Asma,
Hipertensi, dan Angina?
9. Apa
saja diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
10. Apa
saja NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui definisi Asma, Hipertensi, dan Angina
2. Untuk
mengetahui etiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina
3. Untuk
mengetahui patofisiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina
4. Untuk
mengetahui manifestasi klinis pada Asma, Hipertensi, dan Angina
5. Untuk
mengetahui WOC pada Asma, Hipertensi, dan Angina
6. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Asma, Hipertensi, dan Angina
7. Untuk
mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Asma, Hipertensi,
dan Angina
8. Untuk
mengetahui data fokus yang perlu dikaji pada
kasus Asma, Hipertensi, dan Angina
9. Untuk
mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus Asma, Hipertensi,
dan Angina
10. Untuk
mengetahui NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus Asma, Hipertensi,
dan Angina
11. Untuk
mengetahui istilah atau kata sulit yang ada pada kasus Asma, Hipertensi, dan
Angina
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Meningitis
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas.
Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Istilah
asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti
serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996)
dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan
Batasan
asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
(2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan
banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada
orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa
dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi,
yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan,
inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan.
B.
Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu
hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) :
reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti
debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik)
: tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma
a. Pemicu Asma
(Trigger)
Pemicu asma
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger
dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi
bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala
dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.
Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila
sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan
bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok,
infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b.Penyebab
Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan
peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang
berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab
asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan
lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil
dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut),
inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan
alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit
( VitaHealth, 2006).
3.Sedangkan
Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a.Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang
diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga
bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1)
Alergen
Dimana
alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan,
yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan,
yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang
mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin,
ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan,
yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan Pada
beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen
utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor
pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel
mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa
asma.
2) Olahraga
3) Infeksi
bakteri pada saluran napas
4) Stres
Stres /
gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
5)
Gangguan
pada sinus
Hampir 30%
kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan
polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
C.
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan
berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a. Meningitis
purulenta
Merupakan radang selaput otak ( aracnoid
dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non
spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada
orang dewasa.
Meningitis
purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara
hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain.
Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan
didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain
lain. Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus,
hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan
salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta
dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang
terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil,
nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan,
kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas )
sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih
khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti
kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput
otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap
rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan
mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat
dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
b. Meningitis
serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering
dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa
terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru
paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah
kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa
ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis
tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang
terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai
deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi
berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan
kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran
klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu
tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang
menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada
pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku
kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu
N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
D.
Patofisiologi
1. Berdasarkan kegawatan
asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang
tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan
yang konvensional (Smeltzer, 2001).
status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan
respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat
berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi
sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya
obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi
pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni
asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma
ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah
bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap
allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma
yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini
disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
E.
Manifestasi
Klinis
Gambaran klasik
penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah
dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat
merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat
didada.Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan
menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.
Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat
dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun
pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak
adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang
tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru
memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya
penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan
kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang
sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas,
batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat
dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible
maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal
F.
WOC
Terlampir
G.
Pemeriksaan
Diagnostic
1. Pemeriksaan sputum
a. Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
b. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
c. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
d. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
e. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2.
Pemeriksaan
darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darahTerdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi
bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3.Foto rontgen
Pada umumnya,
pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran
ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
4. Pemeriksaan faal paru
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan
tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh
asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang
berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi
selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan
dengan gambaran emfisema paru, yakni :Perubahan aksis jantung pada umumnya
terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jamTerdapatnya
tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.
H.
Penatalaksanaan
Keperawatan Dan Medikamentosa
Pengobatan
asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
1. Penobatan
non farmakologik
a.
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi
pada tim kesehatan
b.
b.Menghindari
faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.
Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk
mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural,
perkusi dan fibrasi dada
2. Pengobatan
farmakologik
a. Agonis beta
b. Bentuk
aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
c. Metil Xantin
d. Golongan
metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan
beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan
125-200 mg empatkali sehari.
e. Kortikosteroid
f. Jika agonis
beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate )
dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid
yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
g. Kromolin
h. Kromolin
merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
i. Ketotifen
j. Efek kerja
sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat
diberikan secara oral.
k. Iprutropioum
bromide (Atroven)
l. Atroven
adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status
asthmatikus
a. Infus RL :
D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian
oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin
bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau
D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin
0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason
10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik
spektrum luas.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASMA
A. Pengkajian
1.
Pengkajian Primer Asma
a.
Airway
Peningkatan sekresi pernafasan
Bunyi nafas krekles, ronchi,
weezing
b.
Breathing
Distress pernafasan : pernafasan
cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesoris
pernafasan
Kesulitan bernafas : diaforesis,
sianosis
c. Circulation
Penurunan curah jantung :
gelisah, latergi, takikardi
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran :
ansietas, gelisah
Papiledema
Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2.
Pengkajian Sekunder Asma
a.
Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu
sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada
sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung
berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan
dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang
paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba
dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada
yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b.
Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1)
Status
kesehatan umum
Perlu
dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2)
Integumen
Dikaji
adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3)
Thorak
a) Inspeksi
Dada
di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada
palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada
perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah.
d)
Auskultasi.
Terdapat
suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c.
Sistem pernafasan
1)
Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau
terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat
dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah,
ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula
dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d.
Sistem kardiovaskuler
1)
Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2)
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg,
pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3)
Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
B. Diagnosa Keperawatan
- Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
- Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
- Pola Nafas tidak efektif
berhubungan dengan penyempitan bronkus..
C. Intervensi
|
|
||||||
|
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
|||
|
1
|
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan
sekresi dan bronchospasme.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Aspiration Control,
Dengan kriteria hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
|
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
|
|||
|
2
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –
alveolar
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory Status : Gas
exchange
Respiratory Status :
ventilation
Vital Sign Status
Dengan kriteria hasil :
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
|
NIC :
Airway
Management
Buka jalan nafas, gunakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Respiratory
Monitoring
Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
Monitor suara nafas, seperti
dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
|
|||
|
3
|
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Vital sign Status
Dengan
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
|
NIC :
Airway
Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan
mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan
jalan nafas yang paten
Atur
peralatan oksigenasi
Monitor
aliran oksigen
Pertahankan
posisi pasien
Observasi
adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor
adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan
abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
|
|||
D. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan
terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1. Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan
interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat
3. Keamanan
fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi
intervensi dan respon klien
(
Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
E. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus
di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan
lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan
tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada
tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1. Tujuan
tercapai
2. Tujuan
tercapai sebagian
3. Tujuan
tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)
7:14 AM
Student of Nurse
0 comments :
Post a Comment