Thursday, September 6, 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut Badan Kesehatan Dunia sebanyak 100-150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma, dan jumlah itu terus bertambah sebanyak 180.000 orang tiap tahun. Sejumlah informasi seperti di Kanada pada tahun 2003, asma merupakan penyebab hilangnya 24,5 juta hari kerja.Rata-rata jumlah pasien perhari berkisar 25 orang. Sebagian besar adalah kelompok lanjut usia. Peralihan musim hujan ke kemarau membuat penderita asma meningkat, khususnya pada kelompok lanjut usia saat peralihan. Udara di malam hari sangat dingin sehingga faktor pencetus asma berubah menjadi manifestasi.
Berbagai macam penyakit kardiovaskuler akan bermunculan seiring dengan penuaan sistem kardiovaskuler, salah satunya adalah “hipertensi”. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).
Menuruti Stanley (2007), Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler.Untuk itu hipertensi harus diwaspadai secara dini, agar tidak muncul berbagai macam penyakit kardiovaskuler yang tentunya dapat berbahaya bagi manusia itu sendiri. Semakin dini diketahui dan diatasi semakin rendah risiko untuk terserang berbagai penyakit sistem kardiovaskuler.
Angka kematian angina pectoris tergolong rendah tetapi penyakit ini suatu masalah yang harus diatasi karena dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti nyeri dada, sesak napas dan perasaan lelah. Apabila komplikasi ini tidak segera diatasi dapat mempengaruhi serangan infark miokard yang dapat mempercepat kematian. Peran perawat dalam penanganan masalah angina pectoris tergantung pada kerja sam yang baik antara perawat, pasien, dan keluarga. Maka perawatan pada penderita yang dapat diberikan secara komprehensif yaitu dengan membatasi aktifitas untuk mengurang kerja jantung dan mengurangi rasa nyeri. Selain itu tindakan lainnya dapat berupa pengaturan pola makan, mengurangi merokok dan stress emosional.
Angka kematian angina pectoris tergolong rendah tetapi penyakit ini suatu masalah yang harus diatasi karena dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti nyeri dada, sesak napas dan perasaan lelah. Apabila komplikasi ini tidak segera diatasi dapat mempengaruhi serangan infark miokard yang dapat mempercepat kematian. Peran perawat dalam penanganan masalah angina pectoris tergantung pada kerja sam yang baik antara perawat, pasien, dan keluarga. Maka perawatan pada penderita yang dapat diberikan secara komprehensif yaitu dengan membatasi aktifitas untuk mengurang kerja jantung dan mengurangi rasa nyeri. Selain itu tindakan lainnya dapat berupa pengaturan pola makan, mengurangi merokok dan stress emosional.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Asma, Hipertensi, dan Angina ?
2.      Apa saja etiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
3.      Bagaimana patofisiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
4.      Apa saja manifestasi klinis pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
5.      Bagaimana WOC pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
6.      Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
7.      Bagaimana penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
8.      Apa saja data fokus yang perlu dikaji pada  Asma, Hipertensi, dan Angina?
9.      Apa saja diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
10.  Apa saja NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada Asma, Hipertensi, dan Angina?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi Asma, Hipertensi, dan Angina
2.      Untuk mengetahui etiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina
3.      Untuk mengetahui patofisiologi pada Asma, Hipertensi, dan Angina
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Asma, Hipertensi, dan Angina
5.      Untuk mengetahui WOC pada Asma, Hipertensi, dan Angina
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic pada Asma, Hipertensi, dan Angina
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan keperawatan dan medikamentosa pada Asma, Hipertensi, dan Angina
8.      Untuk mengetahui data fokus yang perlu dikaji pada  kasus Asma, Hipertensi, dan Angina
9.      Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada kasus Asma, Hipertensi, dan Angina
10.  Untuk mengetahui NOC, NIC, dan rasional dari intervensi pada kasus Asma, Hipertensi, dan Angina
11.  Untuk mengetahui istilah atau kata sulit yang ada pada kasus Asma, Hipertensi, dan Angina



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi Meningitis
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

B.     Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.


1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a.  Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b.  Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c.  Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik     
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
a. Pemicu Asma (Trigger
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b.Penyebab Asma (Inducer)
     Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

3.Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
            a.Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
            b.     Faktor presipitasi
1)     Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
     a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
     b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
     c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2)     Olahraga
3)     Infeksi bakteri pada saluran napas
4)     Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
5)     Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.
6)     Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

C.    Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a.       Meningitis purulenta
Merupakan radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
b.      Meningitis serosa ( tuberculosa )
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
D.    Patofisiologi
1.  Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
     a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
          Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2.  Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b.  Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.

E.     Manifestasi Klinis
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1.    Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
       2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
     3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
     4.  Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
            a.    Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
            b.    Sianosis
            c.    Silent Chest
            d.   Gangguan kesadaran
            e.     Tampak lelah
            f.     Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
     5. Asma tingkat V
     Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal
F.     WOC
Terlampir
G.    Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan sputum
a.       Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
b.      Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
c.       Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
d.      Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
e.       Terdapatnya neutrofil eosinofil
2.                      Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a.    Gas analisa darahTerdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
b.    Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c.    Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d.   Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e.    Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3.Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a.       Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b.      Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
c.       Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4.  Pemeriksaan faal paru
   Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
   Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5.      Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jamTerdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.
H.    Penatalaksanaan Keperawatan Dan Medikamentosa
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
              1. Penobatan non farmakologik
a.    Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan
b.    b.Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c.    Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada
   2. Pengobatan farmakologik
a.    Agonis beta
b.    Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
c.    Metil Xantin
d.   Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
e.    Kortikosteroid
f.     Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
g.    Kromolin
h.    Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
i.      Ketotifen
j.      Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
k.    Iprutropioum bromide (Atroven)
l.      Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a.       Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b.      Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c.       Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d.      Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e.       Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f.       Antibiotik spektrum luas.




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASMA
A.  Pengkajian
1.      Pengkajian Primer Asma
     a.     Airway
       Peningkatan sekresi pernafasan
        Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.     Breathing
        Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
        Menggunakan otot aksesoris pernafasan
        Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
     c.      Circulation
        Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
        Sakit kepala
        Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
        Papiledema
        Urin output meurun
     d.     Dissability
            Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
     2.      Pengkajian Sekunder Asma
     a.     Anamnesis
     Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
     b.     Pemeriksaan Fisik
     Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
     1)     Status kesehatan umum
     Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
     2)     Integumen
     Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
     3)     Thorak
     a)     Inspeksi
     Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
     b)     Palpasi.
     Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
     c)      Perkusi
     Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
     d)     Auskultasi.
     Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
     c.      Sistem pernafasan
     1)     Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
     2)     Frekuensi pernapasan meningkat
     3)     Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
     4)     Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
     5)     Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
     6)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
        Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
        Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
     7)     Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
     d.     Sistem kardiovaskuler
     1)     Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
     2)     Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
        takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
        Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
     3)     Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
B.  Diagnosa Keperawatan
  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
  3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
C.  Intervensi
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL  (NOC)
INTERVENSI  (NIC)
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
  Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency
  Aspiration Control,
Dengan kriteria hasil :
  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2
2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
  Respiratory Status : Gas exchange
  Respiratory Status : ventilation
  Vital Sign Status
Dengan kriteria hasil :
  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
  Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
  Tanda tanda vital dalam rentang normal
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berika bronkodilator bial perlu
         Barikan pelembab udara
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
         Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
         Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
         Monitor suara nafas, seperti dengkur
         Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
         Catat lokasi trakea
         Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
         Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
         Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
         Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya
3
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency
  Vital sign Status
Dengan Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway Management
         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
         Pasang mayo bila perlu
         Lakukan fisioterapi dada jika perlu
         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
         Lakukan suction pada mayo
         Berikan bronkodilator bila perlu
         Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
         Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
  Pertahankan jalan nafas yang paten
  Atur peralatan oksigenasi
  Monitor aliran oksigen
  Pertahankan posisi pasien
  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
  Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring
  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  Monitor suara paru
  Monitor pola pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign


D.  Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1.    Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2.    Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat
3.    Keamanan fisik  dan psikologia dilindungi
4.    Dokumentasi intervensi dan respon  klien
( Budi Anna keliat, SKP, th 1994, hal 13)
E.    Evaluasi
            Evaluasi merupakan langkah terakhir dari  proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
            Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai  suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1.    Tujuan tercapai
2.    Tujuan tercapai sebagian
3.    Tujuan tidak tercapai
(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 6)








0 comments :

Post a Comment