Thursday, September 6, 2018


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kemampuan berpikir merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan. Kemampuan seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Kemampuan berfikir akan mempengaruhi keberhasilan hidup karena menyangkut apa yang akan dikerjakan dan apa yang akan dihasilkan individu.
Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir. Morgan (1999) mengutip pendapat Marzano (1992) memberikan kerangka tentang pentingnya pembelajaran berpikir yaitu: (1) berpikir diperlukan untuk mengembangkan sikap dan persepsi yang mendukung terciptanya kondisi kelas yang positif, (2) berpikir perlu untuk memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan, (3) perlu untuk memperluas wawasan pengetahuan, (4) perlu untuk mengaktualisasikan kebermaknaan pengetahuan, (5) perlu untuk mengembangkan perilaku berpikir yang menguntungkan. Berpikir kritis merupakan suatu kompetensi yang harus dilatihkan pada peserta didik, karena kemampuan ini sangat diperlukan dalam kehidupan (Schafersman, 1999 dalam Arnyana, 2004).
Perawat sebagai bagian dari pemberi layanan kesehatan, yaitu memberi asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk berfikir kritis dalam berbagai situasi. penerapan berfikir kritis dalam proses keperawatan dengan kasus nyata yang akan memberikan gambaran kepada perawat tentang pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan bermutu. Seseorang yang berfikir dengan cara kreatif akan melihat setiap masalah dengan sudut yang selalu berbeda meskipun obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya pengetahuan baru, seseorang profesional harus selalu melakukan sesuatu dan mencari apa yang selalu efektif dan ilmia dan memberikan hasil yang lebih baik untuk kesejahteraan diri maupun orang lain.  Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita jadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat simpulan yang valid. Semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berfikir dan belajar.

B.       Tujuan penulisan
1.         Tujuan umum
Untuk mengetahui lebih jelas tentang Berfikir kritis, Konsultasi dan Pengambilan keputusan dalam manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan.
2.         Tujuan khusus
a.    Mengetahui pengertian dari Berpikir kritis
b.    Mengetahui macam-macam dari berpikir
c.    Mengetahui proses dari berpikir kritis
d.   Mengetahui kemampuan berpikir kritis
e.    Mengetahui model berpikir kritis
f.     Mengetahui tingkat berpikir kritis
g.    Mengetahui pengertian dari konsultasi
h.    Mengetahui pengertian dari pengambilan keputusan

C.      Manfaat Penulisan
Hasil penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai pengertian, macam , proses , dan model berpikir kritis serta pentingnya berpikir kritis bagi calon seorang perawat.

D.      Metode Penulisan
Metode  yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Berfikir kritis, Konsultasi dan Pengambilan keputusan dalam manajemen dan kepemimpinan dalam keperawatan.









BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.  Pengertian Berpikir
Sebelum kita mengetahui apa itu pengertian berpikir kritis ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian berpikir. Berpikir adalah aktivitas yang sifatnya mencari idea tau gagasan dengan menggunakan berbagai ringkasan yang masuk akal. Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), mengatakan berpikir adalah suatu proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir mengunakan lambang (visual atau gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang disertai proses pemecahan masalah.
Berpikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan, menarik kesimpulan, dan merefleksikan (Gordon, 1995 ). Berpikir merupakan suatu proses yang aktif dan terkoordinasi ( Chaffe, 1994 ). Dalam kaitannya dengan keperawatan, berpikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang harus diyakini dan dilakukan ( Katako-Yahiro dan Saylor, 1994).
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi seorang profesional. Berpikir kritis akan membantu profesional dalam memenuhi kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah-sasaran yang membantu individu membuat penilaian berdasarkan data bukan perkiraan (Alfaro-LeFevre 1995). Berpikir kritis berdasarkan pada metode penyelidikan ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan. Berpikir kritis dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks yang berdasarkan pada pikiran rasional dan cermat. Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri. Pengetahuan didapat, dikaji dan diatur melalui berpikir. Keterampilan kognitif yang digunakan dalam berpikir kualitas-tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi-diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan, dan dukungan (Paul, 1993). Berpikir kritis mentransformasikan cara individu memandang dirinya sendiri, memahami dunia. dan membuat keputusan (Chafee 1994).
Jadi yang dimaksud dengan berpikir kritis merupakan suatu tehnik berpikir yang melatih kemampuan dalam mengevaluasi atau melakukan penilaian secara cermat tentang tepat-tidaknya ataupun layak-tidaknya suatu gagasan yang mencakup penilaian dan analisa secara rasional tentang semua informasi, masukan, pendapat dan ide yang ada, kemudian merumuskan kesimpulan dan mengambil suatu keputusan.
Bahwa untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus melakukan suatu kegiatan (proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking), bukan “asal” berpikir yang tidak diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering melakukan proses berpikir yang terjadi secara “otomatis” (misal; dalam menjawab pertanyaan “siapa namamu?”). Banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut “apa” (what), “bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi (masalah) yang sulit atau baru.

B.  Macam Berfikir
Berpikir banyak sekali macamnya. Banyak para ahli yang mengutarakan pendapat mereka. Berikut ini akan dijelaskan macam-macam berpikir, yaitu
1.    Berpikir Austik
Pada saat melamun seseorang menghayal dan sering berfantasi memikirkan sesuatu yang terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Setiap orang pernah terlibat dengan cara ini, namun harus selalu terkendali. Oleh karena itu, berpikir austik sering diidentikkan dengan melamun. Misalnya, seseorang yang berhayal ingin mempunyai pesawat terbang.
2.    Berpikir Realistic
Berpikir realistic dilakukan oleh seseorang saat menyesuaikan diri dengan situasi yang nyata. Pada berpikir realistic, seseorang melihat situasi nyata yang ada, kemudian langsung menarik suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan pada penaglaman nyata. Hal ini disebut berpikir realistic induktif. Misalnya, pada kondisi bangun kesiangan saat masuk kuliah pagi, seseorang akan memikirkan alternative untuk tidak bangun kesiangan. Selanjutnya, jika seseorang berpikir dengan melihat pengalaman sebelumnya, kemudian menarik suatu kesimpulan dari situasi yang ada, disebut berpikir realistis deduktif.
3.    Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif memerlukan stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat memicu seseorang berkreativitas. Seseorang baru dikatakan berpikir kreatif jika ada perubahan atau menciptakan sesuatu yang baru. Berpikir kreatif dilakukan berdasarkan manfaat atau tujuan yang pasti, menyelesaikan dengan baik suatu masalah, dan menghasilkan ide yang baru atau menata kembali ide lama dalam bentuk baru.
4.    Berpikir Evaluatif
Pada saat seseorang berpikir evaluative, berarti ia mempelajari dan menilai baik buruknya suatu keadaan, tepat tidaknya suatu gagasan , serta perlu tidaknya perubahan suatu gagasan. Misalnya, ketika seseorang merencanakan membeli jas baru, keuntungan dan kerugiannya, serta apakahtepat jika membeli jika kondisi tidak memungkinkan.

C.  Proses berpikir kritis
1.    Mengenali masalah (defining and clarifying problem), meliputi mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok, membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih informasi yang relevan, merumuskan masalah.
2.    Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi fakta maupun opini, mengecek konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali kemungkinan emosi maupun salah penafsiran kalimat, mengenali kemungkina perbedaan orientasi nilai dan ideologi.
3.    Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi mengenali data-data yang diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan/pemecahan masalah/kesimpulan yang diambil

D.  Kemampuan berpikir kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan berpikir kritis adalah:
1.      Membaca dengan kritis
Untuk berpikir secara kritis seseorang harus membaca dengan kritis pula. Dengan membaca secara kritis, diterapkan keterampilan-keterampilan berpikir kritis seperti mengamati, menghubungkan teks dengan konteksnya, mengevaluasi teks dari segi logika dan kredibilitasnya, merefleksikan kandungan teks dengan pendapat sendiri, membandingkan teks satu dengan teks lain yang sejenis.
2.      Meningkatkan daya analisis
Dalam suatu diskusi dicari cara penyelesaian yang baik, untuk suatu permasalahan, kemudian mendiskusikan akibat terburuk yang mungkin terjadi.
3.      Mengembangkan kemampuan observasi atau mengamati
Dengan mengamati akan didapat penyelesaian masalah yang misalnya menghendaki untuk menyebutkan kelebihan dan kekurangan, pro dan kontra akan suatu masalah, kejadian atau hal-hal yang diamati. Dengan demikian memudahkan seseorang untuk menggali kemampuan kritisnya.
4.      Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi
Pengajuan pertanyaan yang bermutu, yaitu pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban benar atau salah atau tidak hanya satu jawaban benar, akan menuntut siswa untuk mencari jawaban sehingga mereka banyak berpikir.
Dari hasil penelitian, L. M. Sartorelli dan R. Swartz dalam Hassoubah (2004: 96-110), beberapa cara meningkatkan keterampilan berpikir kritis diantaranya adalah dengan meningkatkan daya analisis dan mengembangkan kemampuan observasi/mengamati. Menurut Christensen dan Marthin dalam Redhana (2003: 21) bahwa strategi pemecahan masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan siswa dalam mengadaptasi situasi pembelajaran yang baru. Tyler dalam Redhana (2003: 21) berpendapat bahwa pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah akan meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Tabel Contoh-Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
Tingkatan/Jenis Keterampilan Berpikir Kritis
Contoh Keterampilan Berpikir Kritis
Mendefinisikan dan Mengklarifikasi Masalah
  1. Mengidentifikasi isu sentral atau masalah. 
  2. Mengkomparasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. 
  3. Menentukan manakah informasi yang relevan. 
  4. Memformulasi pertanyaan-pertanyaan dengan tepat.
Menentukan Informasi-Informasi yang Relevan dengan Masalah
  1. Membedakan antara fakta, opini, dan keputusan logis. 
  2. Mengecek konsistensi. 
  3. Mengenali stereotip dan klise. 
  4. Mengenali bias, faktor-faktor emosional, propaganda, dan istilah semantik. 
  5. Mengenali nilai sistem dan ideologi yang berbeda.
Menyelesaikan Masalah / Menggambarkan Konklusi
  1. Mengenali ketepatan data. 
  2. Memprediksi kemungkinan-kemungkinan konsekuensi

E.  Model berpikir kritis
Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis di pendidikan keperawatan, dapatdigunakan tiga model, yaitu: feeling, vision model, dan examine model yaitu sebagai berikut:
1.         Feling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang ditemukan. Pemikir kritismencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukanaktifitas keperawatan dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital, perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada pernyataan serta pikiran klien.
2.         Vision model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan dan ide tentang permasalahan perawatankesehatan klien, beberapa kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3.         Exsamine model
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, meguji, melihat konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan sesuatuyang berkaitan dengan ide.
Kataoka -Yahiro dan Saylor telah mengembangkan suatu model tentang berpikir kritis untuk penilaian keperawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari perpikir kritis sebagai penilaian kebidanan yang relevan atau sesuai dengan masalah-masalah kebidanan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk peniaian kebidanan ditingkat pelayanan, pengelolaan dan pendidikan. Ketika seorang perawat berada di pelayanan, model ini mengemukakan lima komponen berpikir kritis yang mengarahkan bidan untuk membuat rencana tindakan agar asuhan keperawatan aman dan efektif.
1.    Dasar Pengetahuan Khusus
Komponen pertama berpikir kritis adalah dasar pengetahuan khusus perawat dalam keperawatan. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan program pendidikan dasar keperawatan dari jenjang mana perawat diluluskan, pendidikan berkelanjutan tambahan, dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapatkan perawat. Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai proses berpikir kritis. Penting artinya bahwa dasar pengetahuan ini mencakup pendekatan yang menguatkan kemampuan perawat untuk ber[ikir secara kritis tentang masalah kebidanan.
2.    Pengalaman
Komponen kedua dari model berpikir kritis adalah pengalaman dalam kebidanan. Kecuali bidan mempunyai kesempatan untuk berpraktik di dalam lingkungan klinik dan membuat keputusan tentang perawat klien, berpikir kritis tidak akan pernah terbentuk. Ketika bidan harus menghadapi klien, informasi tentang kesehatan dapat diketahui dari mengamati, merasakan, berbicara dengan klien, dan merefleksikan secara aktif pada pengalaman. Pengalaman bidan  dalam peraktik klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap masalah kesehatan. Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan stimulus yang berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada proses belajar ada lima jenis stimulus atau rangsangan yang berasal dari sumber belajar.
3.    Interaksi manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik verbal maupun nonverbal.
a.       Realita (benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi benda-benda nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
b.      Pictorial representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakli suatu objek dan peristiwa
c.       Written symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai macam media.
d.      Recorded sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu mengontrol realitas mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan terus.
4.    Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi yaitu berpikir kritis umum yang meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah, dan pembuatan keputusan., berpikir kritis spesifik dalam situasi klinis yang meliputi alasan mengangkat diagnose dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan selanjutnya, dan berpikir kritis spesifik dalam keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan (pengkajian sampai evaluasi).
5.    Sikap untuk Berpikir Kritis
Paul (1993) telah meringkaskan sikap-sikap yang merupakan aspek sentral dari pemikir kritis. Sikap ini adalah nili yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh pemikir kritis. Individu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir secara kritis, tetapi juga penting untuk memastikan bahwa keterampilan ini digunakan secara adil dan bertanggung jawab. Berikut ini contoh sikap berpikir kritis.
6.    Tanggung gugat
Ketika individu mendekati suatu situasi yang membutuhkan berpikir kritis, adalah tugas individu tersebut untuk “mudah menjawab” apa pun keputusan yang dibuatnya. Sebagai perawat professional, perawat harus membuat keputusan dalam berespons terhadap hak, kebutuhan, dan minat klien. Perawat harus menerima tanggung gugat untuk apapun penilaian yang dibuatnya atas nama pasien.
7.    Berpikir mandiri
Sejalan dengan seseorang menjadi dewasa dan mendapatkan pengetahuan baru, mereka belajar mempertimbangkan ide dan konsep dengan rentang yang luas dan kemudian membuat penilaian mereka sendiri. Untuk berpikir secara mandiri, seorang menantang cara tradisional dalam berpikir, dan mencari rasional serta jawaban logis untuk masalah yang ada
8.    Mengambil risiko
Dalam hal ini perawat perlu dibutuhkan niat dan kemauan mengambil risiko untuk mengenali keyakinan apa yang salah dan untuk kemudian melakukan tindakan didasarkan pada keyakinan yang didukung oleh fakta dan dan bukti yang kuat.
9.    Kerendahan hati
Penting untuk mengetahui keterbatasan diri sendiri. Pemikir kritis menerima bahwa mereka tidak mengetahui dan mencoba untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat. Keselamatan dan kesejahteraan klien mungkin berisiko jika perawat tidak mampu mengenali ketidakmampuannya untuk mengatasi masalah praktik.
10.  Integritas
Pemikir kritis mempertanyakan dan menguji pengetahuan dan keyakinan pribadinya seteliti mereka menguji pengetahuan dan keyakinan orang lain. Integritas pribadi membangun rasa percaya dari sejawat dan bawahan. Orang yang mempunyai integritas dengan cepat berkeinginan untuk mengakui dan mengevaluasi segala ketidakkonsistenan dalam ide dan keyakinannya.
11.  Ketekunan
Pemikir kritis terus bertekad untuk menemukan solusi yang efektif untuk masalah perawatan klien. Solusi yang cepat adalah hal yang tidak dapat diterima. Perawat belajar sebanyak mungkin mengenai masalah, mencoba berbagai pendekatan untuk perawatan, dan terus mencari sumber tambahan sampai pendekatan yang tepat ditemukan.
12.  Kreativitas
Kreativitas mencakup berpikir original. Hal ini berarti menemukan solusi di luar apa yang dilakukan secara tradisional. Sering kali klien menghadapi masalah yang membutuhkan pendekatan unik.
13.  Standar untuk Berpikir Kritis
Paul (1993) menemukan bahwa standar intelektual menjadi universal untuk berpikir kritis. Standar professional untuk berpikir kritis mengacu pada kriteria etik untuk penilaian keperawatan dan kriteria unuk tanggung jawab dan tanggung gugat professional. Penerapan standar ini mengharuskan perawat menggunakan berpikir kritis untuk kebaikan individu atau kelompok. (Kataoka-Yhiro & Saylor, 1994 ).

F.   Tingkat berpikir kritis
Model berpikir kritis membantu memperhatikan kompleksitas dari proses pembuatan keputusan dalam keperawatan. Sejalan dengan perawat mendapat pengetahuan baru dan matur tentang professional kompeten, maka kemampuannya untuk berpikir secara kritis juga berkembang. Model Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat berpikir kritis dalam keperawatan : tingkat dasar, kompleks, dan komitmen. Tingkat ini cenderung sejajar dengan lima tingkat kecakapan yang diuraikan oleh Benner (1984) : pendatang, pemula lanjut, kompeten, cakap, dan ahli.
1.    Pada tingkat dasar pembelajar menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jawaban yang benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan  Kataoka-Yahiro & Saylor, (1994). Individu mempunyai keterbatasan pengalaman dalam menerapkan berpikir kritis. Di samping kecenderungan untuk diatur oleh orang lain, individu belajar menerima perbedaan pendapat dan nilai-nilai diantara pihak yang berwenang. Dalam kasus perawat baru, berpikir kritis sambil melakukan prosedur keperawatan masih terbatas. Pendekatan tahap demi tahap digunakan untuk memberikan perawatan dan mungkin tidak dapat diadaptasi untuk kebutuhan klien yang unik atau yang tidak lazim.
2.    Pada tingkat berpikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali keragaman dari pandangan dan persepsi individu. Apa yang berubah adalah kemampuan dan inisiatif individu. Pengalaman membantu individu mencapai kemampuan untuk terlepas dari kewenangan dan menganalisis serta meneliti alternatif secara lebih mandiri dan sistematis. Dalam kaitannya dengan keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien. Perawat mulai  mengantisipasi alternatif lebih baik dan menggali lebih luas. Hanya kemauan untuk mempertimbangkan penyimpangan dari protokol atau peraturan standar ketika terjadi situasi klien yang kompleks. Sering terdapat lebih dari satu solusi untuk suatu masalah. Perawat belajar keragaman dari pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.
3.    Tingkat ketiga dari berpikir kritis adalah komitmen. Pada tingkat ini perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan  alternatif  yang diidentifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternatif lainnya. Maturitas perawat tercermin dalam kerutinan selalu mencari pilihan yang terbaik, yang paling inovatif, dan paling sesuai untuk perawatan klien.
Langkah 1
Mengidentifikasi masalah, informasi yang relevan dan semua dugaan tentang masalah tersebut. Ini termasuk kesadaran akan kemungkinan adanya lebih dari satu solusi.
Langkah 3
Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada. Ini termasuk mengenali bias/prasangka yang ada, menghubungkan alasan yang terkait dengan berbagai alternatif pandangan dan mengorganisir informasi yang ada sehingga menghasilkan data yang berarti.
Langkah 3
Menentukan prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan. Ini termasuk proses menganalisis dengan cermat dalam mengembangkan panduan yang dipakai untuk menentukan faktor, dan mempertahankan  solusi yang terpilih.
Langkah 4
Mengintegrasikan, memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang masalah. Ini termasuk mengetahui pembatasan dari solusi yang terpilih dan mengembangkan sebuah proses berkelanjutan untuk membangkitkan dan menggunakan informasi baru.

G.  Konsultasi
Perawat sebagai konselor mempunyai tujuan membantu klien dalam memilih keputusan yang akan diambil terhadap penyakit yang dideritanya. Untuk mempermudah didalam mengambil keputusan klien wajib mempertanyakan langkah – langkah yang akan diambil terhadap dirinya. Perawat konselor perlu memiliki dan memenuhi persyaratan antara lain :
1. Mempunyai minat dan sikap positif terhadap penyakit yang diderita.
2. Memiliki pengetahuan teknis mengenai perjalanan suatu penyakit.
3. Menguasai dasar – dasar teknis konseling.
4. Memiliki keterampilan.
Keperibadian serta sikap yang kondesif untuk terciptanya interaksi yang adekuat antara konselor dengan klien sangat diperlukan didalam mempermudah melakukan proses pelayanan keperawatan secara profesional.
H.  Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah dengan pengumpulan fakta-fakta dan data, menentukan alternatif yang matang untuk mengambil suatu tindakan yang tepat. Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan :
  1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
  2. Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada sistematika tertentu :
a.    Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
b.    Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
c.    Falsafah yang dianut organisasi.
  1. Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
  2. Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
  3. Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang.
Sikap atau watak berfikir kritis dapat ditingkatkan dengan memantapkan secara positif dan  memotivasi lingkungan kerja.  Kreativitas penting untuk membangkitkan  motivasi secara individu sehingga mampu memberikan konsep baru dengan pendekatan inovatif dalam memecahkan masalah atau isu secara fleksibel dan bebas berpikir.




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir sistematik yang penting bagi seorang profesional. Berpikir kritis akan membantu profesional dalam memenuhi kebutuhan klien. Berpikir kritis adalah berpikir dengan tujuan dan mengarah-sasaran yang membantu individu membuat penilaian berdasarkan data bukan perkiraan (Alfaro-LeFevre 1995). Berpikir kritis berdasarkan pada metode penyelidikan ilmiah, yang juga menjadi akar dalam proses keperawatan. Berpikir kritis dan proses keperawatan adalah krusial untuk keperawatan profesional karena cara berpikir ini terdiri atas pendekatan holistik untuk pemecahan masalah.

B.       Saran
Sebaiknya kita sebagai seorang individu atau seorang perawat bisa berpikir secara kritis, sehingga dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Serta dapat menyelesaikan masalah dengan baik.


Daftar Pustaka

1.       Maryam,siti.(2006).Berpikir Kritis dalam Keperawatan.Buku Ajar Kedokteran EGC,Jakarta.

2.       Potter, perry.(2006).Fundamental Keperawatan.Buku Ajar Kedokteran EGC, Jakarta.

3.      https://www.academia.edu/6749060/BERFIKIR_KRITIS_DALAM_KEPERAWATAN_BAB_I_PENDAHULUAN diakses pada Kamis 03 Meret 2016, pukul 11.28

4.      Nur, Indah. 1990. Berfikir Kritis dalam kehidupan Sehari-hari. Bandung. Media Bersama


0 comments :

Post a Comment